Lihat ke Halaman Asli

Aniswatin Khoiroh

Banjarmasin - Malang

Jangan Khawatirkan Itu, Calon Suamiku!

Diperbarui: 26 Februari 2018   21:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Beberapa waktu yang lalu aku mendengar beberapa cuitan yang sedikit menyelekit di telingaku dan sedikit mengusik pikiranku, Begini kiranya ku dengar beberapa suara itu " lalu, untuk apa diambil menjadi istri, kalau masak nggak bisa. Nyuci gak bisa. Bersih-bersih masih belum bener. Hatiku tersentak bertanya lagi mengulangi pembicaraan mereka "buat apa dijadikan istri kalo gak bisa masak? Bersih-bersih? Dan nyuci? " lantas, apa iya seorang wanita dinikahi karena beberapa perkara itu saja ? sebegitu dibebankan kah pada wanita? lalu hati ku seketika berdebat.

Ku rasa begini, jangan lah jadikan masak, nyuci, beberes rumah itu sebagai indicator kamu menikahi seseorang disamping kecantikannya. Kalau memang kamu mencintai dia, menyayangi dia, kamu merasa surga terasa lebih dekat jika dengannya. Kamu merasa mampu untuk mengajaknya belajar bersama untuk menambah kualitas dan kuantitas ibadahmu. Nikahi dia. !!! Masalah dia bisa masak, beberes, nyuci, dan lain sebagainya itu urusan belakangan yang tak perlu kau khawatirkan. Percayalah !!

Yang harus kamu perhatikan adalah, wanita yang kamu nikahi adalah wanita yang baik, wanita yang mau belajar bersama. Cukup itu ! Urusan rumah tangga seperti masak dan lain sebagainya tentunya akan dipersiapkan dan akan di usahakan oleh wanita yang kamu nikahi itu, tanpa kamu minta, tanpa kamu jadikan syarat. Percayalah.. wanita yang baik, sholehah, saying pada suaminya adalah wanita yang mau terus belajar untuk bisa mnyenangkan suaminya dan berbakti untuk suaminya, karena ia tau Ridho suaminya adalah surganya. 

Entah dengan harus repot belajar masak, mengurangi aktivitasnya diluar untuk memprioritaskan membersihkan rumah, mencuci pakaian suaminya yang sebenarnya bisa di laundry dan itu semua hanya karena pertimbangan seorang istri bahwa ia ingin mencuci bekas keringat suaminya yang lelah bekerja penuh, saat mencuci itulah setiap bekas peluh suami bersanding dengan peluh istri mencuci pakaian suaminya dan ia lakukan dengan ikhlas serta dengan pahala yang sungguh berlipat ALLAH memberikannya. Sungguh...

Lalu untuk kamu yang belum menikah atau sedang merencanakan menikah coba periksa indicator kebahagiaan dalam menikah untukmu! Coba cek yang kamu jadikan indicator kebahagiaan itu apakah berdasarkan kata orang ? berdasarkan petuah orang jaman dulu? Buku bacaan? Nasehat yang kamu dengar? Keinginanmu? atau apa? 

Bagaimana kamu memprioritaskannya? Daan apakah pekerjaan rumah adalah sebagai indikator kamu memilih istri..? tak kah kau berpikir bahwa wanita bukan seorang pembantu dan sejenisnya meski kau tak berniat demikian. Bukankah pernikahan itu sebagai penyatuan dua insan yang siap belajar dan beribadah bersama di iringi dengan cinta.. ku kira begini.. sudahlaah.. tak perlu kau prioritaskan ini berlebihan. Namun prioritaskanlah, bahwa kamu telah memilih dan menemukan seorang wanita atau laki-laki yang baik dan siap belajar bersama.

Seiring berjalannya waktu, tentunya akan sama-sama berpikir dan berusaha untuk memenuhi tanggung jawab masing-masing. Misalnya laki-laki bekerja dengan segala kemampuan yang ia miliki untuk dapat memenuhi kebutuhan istri dan keluarganya. Membelikan istri hadiah dan lain sebagainya yang membuat istri dan anaknya senang. Memberikan jatah istri untuk perawatan agar menjaga penampilannya.

Berbanding lurus dengan ini semua, istri yang baik pun akan memenuhi tanggung jawabnya, belajar memasak agar suami dan anak senang, agar jika suami ingin sesuatu tak perlu beli diluar, namun istri itu mampu memenuhinya. Merajinkan diri untuk membersihkan seeluruh sudut rumah agar kiranya jika suaminya pulang bekerja tak perlu tambah lelah melihat rumah yang berantakan. 

Ditambah dengan senyum istri yang tak pernah lelah mengembang ikhlas, menyambut suaminya datang selepas bekerja. Sekalipun istri ingin bekerja dan mendapatkan ijin dari suaminya, ku rasa jika seorang wanita benar-benar mencintai lelaki dan keluarganya. Ia tak akan mengesampingkan semua tanggung jawabnya itu, entah bagaimana pun alasannya.. jadi ku rasa pekerjaan rumah tangga bukan alas an kamu menikahinya kan?

Intinya memang terletak pada: bahwa semua itu bermula dari suatu komitmen untuk belajar bersama, komitmen istri menghormati,menyangi dan bersedia dibimbing suaminya. Begitupula dengan suami yang siap membimbing istri dan anak-anaknya, bersedia menjadi penceramah di depan anak dan istrinya, bersedia menguatkan bahu untuk menjadi sandaran bagi anak dan istrinya. 

Dan masih banyak lainnya..pertanyaan ku dari statement orang yang ku dengar diatas, lalu jika istrimu sakit, tak bisa memasak, jika istrimu harus sedang pergi keluar kota menjenguk sanak saudaranya yang sakit, lantas tak bisa beberes rumah, apa kamu akan pergi kewanita lain yang bisa memberi apa yang tak bisa diberi oleh istrimu saat ia sedang ada udzur? Tak bisakah saling memaklumi semua pekerjaan itu menjadi suatu isi ulang yang tak akan pernah habis dengan kekuatan cinta yang pasangan miliki ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline