Atriani, Ayu Andira, Wahyu Anna, Andi Azzahra Zakinah
Akuntansi Syariah
Institut Agama Islam Negeri ParePare
Pendahuluan
Ketika perbankan konvensional membuka perusahaan berbasis syariah untuk melakukan office channeling, perkembangan audit syariah sendiri dimulai. Untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari prinsip syariah, audit syariah dan tim audit keputusan syariah dipercayakan untuk mendukung Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam pengawasan lembaga keuangan syariah. Tugas perbankan dan non-perbankan syariah, seperti unit usaha syariah atau usaha syariah di usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), juga harus menggunakan standar yang dimaksudkan agar sesuai dengan standar yang telah diterapkan pada Auditing and Accounting Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI).
Pembahasan
Indonesia dengan mayoritas penduduknya muslim terbesar di dunia diharapkan menjadi kiblat ekonomi syari’ah secara global nantinya. Salah satu upaya dalam menjadikan Indonesia sebagai kiblat ekonomi syari’ah di dunia, telah dilakukan Bank Indonesia (BI) dengan menggelar Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF). ISEF adalah salah satu inisiatif ekonomi dan keuangan Islam yang menghubungkan pertumbuhan keuangan Islam dengan operasi bisnis dunia nyata.
Saat ini, organisasi perbankan dan keuangan syariah juga berkembang pesat. Dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dan keberhasilannya beroperasi pada tahun 1992, perkembangan perbankan dan lembaga keuangan di Indonesia mulai berjalan. Dibandingkan dengan Malaysia dan telah memiliki Bank Syariah sejak tahun 1983, Indonesia relatif tertinggal dalam pengembangan lembaga keuangan syariah.
Namun, hal ini bukan tanpa ada sebab. Sejak negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI), termasuk Indonesia, mendirikan Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975, ada upaya untuk membangun perbankan dan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Upaya ini mencapai puncaknya pada tahun 1970-an. Banyak negara Islam telah terinspirasi untuk mendirikan lembaga keuangan Islam sebagai hasil dari penciptaan IDB ini. Bank syariah sejak itu bermunculan di negara-negara termasuk Mesir, Sudan, negara-negara teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, dan Turki (Antionio, 2001). Karena keadaan politik yang buruk pada saat itu, Indonesia tidak dapat menciptakan bank syariah. Perkembangan bank syariah dikaitkan dengan gagasan negara Islam dan diikat dengan isu ideologis, sehingga dipandang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara. Di samping itu, bank syariah berdasarkan prinsip bagi hasil, juga belum diatur dalam Undang Undang Pokok Perbankan No. 14 Tahun 1967.
Menurut data statistik angka Perbankan Syariah yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Oktober 2018, terdapat 168 unit BPRS, 20 Unit Usaha Syariah (UUS), 14 Bank Umum Syariah (BUS), dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan nilai aset gabungan sebesar 149,957 miliar. Sedangkan jumlah perusahaan asuransi syariah sebanyak 13, perusahaan asuransi UUS sebanyak 50, lembaga pembiayaan syariah sebanyak 7 dan UUS sebanyak 40, Dana Pensiun Syariah sebanyak 1, Lembaga Keuangan Khusus Syariah sebanyak 4, dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah sebanyak 42.
Pada dasarnya perbankan syariah setiap tahunnya mengalami pertumbuhan bahkan rata-rata dari tahun 2005 sampai dengan 2013 mencapai 36,1% per tahun, dua kali lipat dibandingkan perbankan konvensional yang hanya 16,3% per tahun. Untuk itulah industri perbankan syariah mendapat julukan sebagai the fastest growing industry (Prastowo, 2014).