Mengenalkan kembali daerah wisata yang pernah terkenal lalu tenggelam bukan perkara mudah. Apalagi tidak ditunjang kondisi yang memadai. Lokasi telah tak layak dikomersilkan, mengingat tak ada lagi perawatan.
Kalau pengunjung selalu ada, ramai kata Shodiq, pemuda penduduk warga setempat yang sangat peduli dengan eksistensi Dam Licin. Foto-foto bukti ramainya orang berkunjung ke Dam Licin selalu ditunjukkan pada saya, meminta perhatian untuk kembali berbuat sesuatu. Membangkitkan kembali Dam Licin sebagai tujuan wisata.
Dari yang datang sendirian, berpasangan, dengan keluarga, rombongan gowes atau komunitas semua kerap datang. Bahkan orang penting sekelas pejabat Dewan hingga rombongan wanita nomor satu, Bu Bupati Lulis, istri bupati HM Irsyad Yusuf pernah berkunjung dengan rombongan gowes, saat Dam Licin tak lagi dikelola sebagai destinasi.
Kunjungan, membuktikan tempat tersebut layak diberdayakan. Beberapa alasan yang pernah memorak morandakan penghentian pengelolalan seperti banjir yang menerjang, mestinya bukan menjadi kendala utama. Masih bisa memanfaatkan lokasi lain yang tidak terimbas banjir.
Toh banjir di Dam Licin tidak pernah sampai meluap. Hanya makin deras saja volume debit air, Dam Licin hanya sebagai sentra, pembagi air untuk daerah sekitar. Maksudnya, kalau Dam Licin airnya naik bisa dipastikan lokasi desa-desa terdekat bakal banjir. Tidak berpengaruh terhadap keberadaan Dam Licin itu sendiri. Aman dari terjangan banjir. Biasanya, hanya satu jam air tinggi selanjutnya landai lagi.
Itu keterangan yang saya dapat dari Hasibuddin, Sekdes yang rumahnya dekat Dam Licin dan menjadi tempat menginap saya bila sedang di desanya.
Kondisi tak lagi dikelola kemudian saya temukan penyebabnya. Ternyata faktor utamanya adalah ketidak sepahaman pengelolaan antara pemangku Desa, dalam hal ini Kades dengan warga setempat, pemuda yang biasanya menjaga parkir dan merawat Dam Licin.
Kades terlihat enggan menjamah lagi Dam Licin dengan beberapa latar belakang kemarahan yang diungkapkan. Saya memahami alasan beliau mengingat keseringan saya bersinggungan dengan warga setempat. Sayapun, pernah mengalami kejengkelan luar biasa terhadap seseorang di Dam Licin.
Mengusahakan sukarela sekuat tenaga, memotivasi agar kerja bakti lagi. Eh, ada mulut salah satu diantara mereka memprovokasi. Padahal mereka kerja keras ya untuk mereka bukan buat saya. Swadaya kan gak rugi, wong mereka menikmati.
"Jangan ngomong saja buk. Datang, kirimi uang belikan es atau rokok biar kami senang kerja baktinya."