" Aku bukan lonte! Jhon tolong jangan bersikap seperti ini."
Kesadaranku pulih beberapa saat, menepis dengus dan sapuan jemari John yang mulai nakal.
"Kalau lonte, tak mungkin aku datang ke negerimu. I fall in love with you. Sudah berapa kali kukatakan itu."
Segera bangkit dari posisi duduk di atas kasur. Itu yang kulakukan agar jauh dari badan kekar John.
Tapi tangan John yang panjang bisa meraih pergelangan tanganku ketika sudah posisi berdiri. Persis adegan film india dengan kali ini nyata tanpa nyanyian atau tarian.
Sedikit hentakan aku telah terbujur rebah mlumah. John yang mukanya tepat di hadapan menatap dalam.
"I come to you honey, please don't reject me."
"It's forbidden for us. Please don't do it."
"Why? We love each other right?"
Situasi yang sulit. Sukurlah, isak tangisku diiringi deraian air mata yang makin deras mampu menghentikan pergerakan John. Segera aku meloncat. Merapikan hijab dan pakaian. Tidak ada yang terlepas, bahkan kaos kaki coklat masih menempel lekat di kaki. Bukti aku masih suci.
Ah, apa iya? Suci?
Bergegas aku menuju pintu, tangisku tak terbendung lagi. Kesedihan ini kurasakan betul. Bertahun kujaga tiap jengkal badan agar tak ada sentuhan. Meski cap perawan tua di usia hampir 40 ini kerap kuterima. Tubuhku masih suci, tak pernah ada pergumulan seperti tadi.