Kata orang, Menulis membuat nama abadi. Aku takut sungguh. Aku tak ingin dikenang. Aku hanya ingin menjejakkan, tulisanku saja yang abadi jangan namaku.
Sebab kalau namaku, akan banyak ludah sumpah serapah terhambur. Ahli maksiat ini akan menyulut benci. Membuat orang takkan mau walau sedikit lirik atas torehan jemari.
Aku tak mau diingat, itu menumbuhkan hujat. Karena aku adalah pecundang keparat yang rajin mencatat kejahatan menjadi berita harian. Mengingatku menyemaikan benih permusuhan bahkan peperangan. Terbuka atau diam-diam.
Abadikan saja kata-kataku, jangan laku langkahku. Perhatikan yang kukatakan, jangan selidik siapa yang mengatakan. Karena walau dimandikan emas, badan ini tetaplah pekat dilumur jelaga laknat.
Maka tolong, jangan sebut namaku
Meski lolong ampunan kuteriakkan hingga ke kutub-kutub bumi. Masih takkan bisa membuka pintu-pintu hati yang terlanjur benci. Akulah nista dan najis itu. Jadi jangan ingat aku. Biar Rabbku saja yang kutuju, untuk ampunan yang kuyakin masih mau menerimaku.
Anis Hidayatie, Ngroto 21/10/2020 Untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H