Lihat ke Halaman Asli

Anis Contess

TERVERIFIKASI

Penulis, guru

Seperti Tak Terpengaruh Omnibus Law, Kumpulan Sarjana NU Justru Adakan Kegiatan Ini di Tengah Marak Aksi Tolak UU Ciptaker

Diperbarui: 12 Oktober 2020   10:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banner menyambut pengunjung datang (Dokpri)

Jumat sore ada keramaian saya temukan ketika tiba di kampung halaman, Pujon-Malang. Sesudah beberapa hari melakukan perjalanan antar kota. Dengan pemandangan demo di mana-mana. Menolak Undang-Undang Cipta Kerja.

Di tanah tempat saya tinggal tidak ada gerakan massa itu. Rupanya unjuk rasa hanya terkonsentrasi di kota-kota besar. Semacam ibu kota Kabupaten atau balai kota, yang banyak ditinggali mahasiswa atau buruh. Bukan di desa seperti kecamatan saya.

Ada memang keramaian dengan jumlah massa berkumpul lumayan banyak. Tapi kegiatan itu justru bertolak belakang dengan gaung gema penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan.

Padahal pencetus kegiatan ini adalah sarjana, mereka yang pernah menjadi mahasiswa, yang saya yakin dahulu juga vokalis penyuara aspirasi pro kerakyatan. Tetapi begitu menjadi "orang" gerakan-gerakan semacam demo seperti dilupakan.

Dokpri

 Ya, mereka adalah para sarjana NU, Nahdhatul Ulama. Yang tergabung dalam ISNU, Ikatan Sarjana NU Kecamatan Pujon. Salah satu banom, badan otonom yang dimiliki NU untuk menjadi wadah aspirasi warga nahdhiyin mengeksplorasi kemampuan dirinya.

ISNU Pujon ini mengaku belum resmi dilaunching, tetapi kegiatannya sudah menunjukkan taring. Pasar Jumat di antaranya. Sebuah kegiatan dengan ide awal ingin menumbuhkan ekonomi bagi masyarakat yang terpuruk akibat pandemi covid-19.

Konsentrasi kegiatan berada di dusun Manting, desa Tawang Sari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Jatim. Bazaaar lockdown, saya menamai kegiatan itu. Mengingat hanya untuk masyarakat setempat dengan protokoler ketat. Dilaksanakan sejak 8 Jumat yang lalu. Dengan animo antusias terus menunjukkan peningkatan.

Dari yang awalnya hanya 10 stan, itupun "mekso" kata Pak Amir, tokoh NU desa setempat. Kini tercatat 68 lapak.

"Nanti kalau dagangan saya tidak laku bagaimana?"

Itu rata-rata kekhawatiran yang diucapkan peserta, seperti dikatakan Diana pada rapat evaluasi  kegiatan kemarin malam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline