Lihat ke Halaman Asli

Anis Contess

TERVERIFIKASI

Penulis, guru

Menemukan Bahaya Lewat Buku "Berat" Detektor Pencemaran Aliran Sungai

Diperbarui: 19 Mei 2020   05:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anis Hidayatie, doc.pri

Buku, apalagi yang ditulis oleh orang dengan deret titel panjang biasanya saya hindari. Merasa sudah pening membayangkan betapa berat kajian yang akan saya dapat.Tapi khusus buku yang satu ini saya tertarik betul. Ternyata ada manfaat pula membaca buku berat.

Gegara ada kata Sungai, itu yang menarik mata ini untuk mencermati lagi. Ada apa dengan tempat yang sampai sekarang selalu saya  rindukan itu?

Pada Sungai aktifitas masa kecil pernah terlewatkan. Bersama kawan juga orang dewasa kami sering memanfaatkan sungai sebagai tempat beraktifitas sehari-hari yang menyenangkan.

Mandi, mencuci, berenang hingga mencari ikan wader untuk dibawa pulang merupakan kegiatan rutin kami waktu itu. Sekira 40 tahun yang lalu. Saat sungai masih bening, Dipenuhi pohon bambu di kanan kiri, juga tak ada bangunan apapun di sepanjang aliran sungai. Hanya belukar dengan batu kali besar besar, juga tebing padas untuk bersandar.

Pemandangan tersebut sampai dengan tahun 2020, 16 mei tepat ketika saya menulis artikel ini merupakan hal sulit yang bisa saya temui. Kemajuan zaman, populasi penduduk yang meningkat tajam, kebutuhan hunian, membuat sungai tidak lagi bisa difungsikan sebagai tempat nyaman dan aman untuk beraktifitas seperti jaman saya kecil dulu.

Kondisinya berubah drastis, terutama warna dan baunya. Itu sering saya jumpai di banyak sungai daerah perkotaan. Termasuk di daerah asal saya Blimbing Malang. Tempat sungai di Gang Sumpil mengalir. Tak mungkin lagi mandi di sungai itu. Debitnya kecil, airnya terlihat tak nyaman untuk direnangi.

Persis seperti yang dikatakan di dalam buku yang saya baca ini. Detektor Pencemaran Aliran Sungai : Indikator Ikan  Gambusia (Gambusia affinis). Menyoroti kasus pencemaran perairan yang pernah  hangat menjadi perbincangan di Sungai Wangi. Merupakan aliran sungai yang melintasi Kecamatan Pandaan dan Kecamatan Beji, tepatnya melewati Desa Wangi Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan.

Lebih spesifik mengupas  studi tentang analisa dan identifikasi logam berat di sungai wangi yang tak lagi wangi itu. Khususnya Cd ( kadmium ) dalam kasus pencemaran yang terjadi di Sungai Wangi, Desa Beujeng, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan yang belum teridentifikasi. Padahal pencemaran Cd bisa sangat berbahaya bagi manusia.

Seperti yang dilansir dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Pasuruan tahun 2015 bahwa kondisi sungai Wangi mulai tercemar lagi sama seperti kasus pencemaran dalam beberapa tahun sebelumnya. 3 komponen penyumbang terbesarnya yakni limbah rumah tangga, dari detergen, pertanian dengan insektisida dan sejenisnya juga limbah industr i mengakibatkan itu semua.

Yang menjadi obyek penelitian adalah ikan-ikan di sungai wangi. Logam berat dalam limbah akan terbawa oleh aliran air, selanjutnya akan terserap dalam substrat dan tubuh ikan. Kemudian dalam tubuh ikan akan diikat oleh protein thionein yang disintesis dalam hati. Berlanjut  disebarkan ke seluruh tubuh melalui mekanisme peredaran darah dalam tubuh ikan (Soemirat, 2005). 

Salah satu cemaran yang utama adalah logam berat Cd yang memiliki daya toksik tinggi dan bersifat merugikan bagi kesehatan lingkungan perairan, terutama ikan (Wang, et.al, 2014).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline