Lihat ke Halaman Asli

Anis Contess

TERVERIFIKASI

Penulis, guru

Antara Lockdown Zaman Nabi Nuh, Ramadan Sekarang dan Percepat Tunaikan Zakat

Diperbarui: 24 April 2020   16:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Micetimes.asia

Tak ada yang menyangka sebelumnya,  situasi mencekam ini akan dialami umat di muka bumi. Terkurung  di rumah sendiri, dibatasi tatap silaturahmi. Padahal dia makhluk sosial yang tentu saja butuh berhubungan, dengan manusia lain. Suka atau tidak suka.Ini tak nyaman tentu saja, tetapi harus dilakukan. Seperti jaman nabi Nuh dulu, ketika banjir besar datang, dia bersama umatnya stay on the boat, tinggal berlama di perahu kayu. Terombang ambing ombak berbulan lamanya. Tinggal di sana, bersama hewan-hewan. Menahan diri, tidak beraktifitas ke luar perahu, seperti layaknya ketika berada di daratan.

Membayangkan itu, lebih tersiksa kiranya. Tak ada delivery order. Untuk semua kegiatan pemenuhan kebutuhan harus dilakukan di dalam perahu. Tidak ada pilihan. Hujan deras, genangan air, memenjara umat Nabi Nuh dari melakukan apapun selayaknya kehidupan. Hingga hujan reda, air surut dan perahu terdampar di puncak bukit bernama Judi, memulai kehidupan normal kembali.

Nabi Nuh dan umatnya sukses melewati lockdown di dalam perahu. Mereka akhirnya bisa bernapas kembali, sesudah hukuman Tuhan atas keangkuhan manusia dicabut. Lalu meraih kehidupan lebih baik dari sebelumnya. Gemah ripah loh jinawi, baldatun toyyibatun wa rabbun ghafur. Menempati negeri yang makmur. Hal yang insyaAllah akan pula kita tuai usai pandemi ini berlangsung. Setelah lulus ujian Tuhan.

Kondisi kita, jauh lebih baik dari Zaman nabi Nuh, "hanya" diancam Corona. Dengan solusi PSBB, stay at home, work from home, phisycal distancing atau social distancing. Itupun masih bisa terhubung ke seluruh dunia. Lewat dunia maya. Tidak sepi-sepi amat. Teknologi menyelamatkan kita dari kesepian.

Tak ada bencana alam besar. Hunian kita masih tetap. Dunia masihlah indah ditatap. Dengan belajar menahan banyak keinginan, tidak bersentuhan, tidak berdekatan, tidak berkumpul dengan banyak orang.  Juga belajar membiasakan hal-hal baru untuk kebaikan bersama, bersih diri, bersih lingkungan, bermasker, dan seterusnya.

Kita masih beruntung tidak dilockdown Tuhan atas hamparan karunia yang dia berikan. Matahari, dia masih suka menyinari, ada penyembuh di sana, bisa jadi obat alami mematikan virus covid -19. Juga Air, masih mudah kita dapatkan, tinggal memanfaatkan  untuk kebersihan diri juga lingkungan agar bebas dari virus itu. Semua sudah diberikan Tuhan tinggal kita mensyukuri karunia ini.

Ramadan, terkandung segala kebaikan, rahmat ampunan, juga balasan. Semua dilipat gandakan. Menimbang yang telah diberikan Tuhan, maka untuk Ramadan tahun ini mari lebih mensyukuri. Meski tak banyak yang kita miliki. Lihat sekeliling, banyak yang perlu uluran, lebih menderita hidupnya dari kita. Seyogyanya kita segera berikan hak orang lain atas harta yang kita miliki.

Untuk  keadaan kondisi sosial ini hayuklah segera keluarkan zakat. Tidak perlu menunggu jelang Idul Fitri. Zakat fitrah ini tak apa kita keluarkan lebih dini. Di awal Ramadhan. Untuk saudara-saudara kita agar bisa dipakai sahur dan berbuka. Darurat, utamakan yang miskin papa. Yang tetiba tak punya penghasilan, tak ada makanan di rumahnya.

Zakat mal, harta apalagi. Untuk anda yang sudah mencapai satu nishab. Terhitung waktu sudah sampai berkewajiban mengeluarkan, segerakan. Ada banyak tangan menanti uluran. Teknisnya berikan secara sembunyi, pribadi, atau serahkan pada amil, panitia zakat. Jangan mengundang orang datang mengambil, apalagi sampai bagi-bagi kupon pengambilan. Itu akan memicu kegaduhan.

Antara

Ada anjuran. Bila tangan kanan memberi jangan sampai tangan kiri tahu, itu artinya lakukan tanpa diketahui banyak orang. Disamping menjaga diri dari riya', pamer, bangga, juga menghindari masalah karena mengumpulkan massa. Terus terang meski dengan sistem antrian bergelombang. Yang namanya ada bantuan, masyarakat kita suka rebutan, tidak sabar, takut tidak kebagian.

Itulah makanya saya lebih suka jika bantuan, apapun bentuknya diberikan langsung kepada yang berhak. Tanpa perantara, tak dilihat orang pula. Agak merepotkan pemberi memang, harus mendata, mendatangi, tidak efektif dan efisien dari sisi kepentingan pemberi. Tapi dari segi serapan, ketersampaian, minimum resiko yang harus ditanggung dibanding bila mengundang mereka, hal itulah yang paling baik dilakukan. Meminimalkan singgungan dengan banyak orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline