Lihat ke Halaman Asli

Anis Contess

TERVERIFIKASI

Penulis, guru

"Bercerita" Tetap Pemikat Utama

Diperbarui: 19 Januari 2020   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anis Hidayatie, doc. pri

Waktu masih menunjukkan pukul 7 pagi, anak-anak sudah ribut berkumpul di depan rumah Huda. Sang pemilik almari buku. Hari itu Minggu, Huda, pemuda dusun Dung Pasar yang kebagian peran sebagai penanggung jawab buku-buku rumah literasi  masih tidur. Biasanya jam segitu dia sudah berangkat kerja,  berhubung hari itu Minggu maka acara molor lepas Subuh dia lanjutkan.  

Terganggu keramaian suara anak-anak usia TK hingga SD yang  ramainya menyerupai pasar,  ditingkah teriakan memanggil namanya, Huda bangun. Matanya terbangun, nanar melihat kerumunan mereka. Sebutir air bening jatuh,  haru. Tak dia sangka anak-anak itu begitu menginginkan buku.

Saya tersenyum mendapati hal demikian  di depan mata. Mana pernah diduga, gerakan kecil ini, membuat perpustakaan mini, embrio rumah literasi akan memperoleh sambutan meriah dari anak-anak dusun dung Pasar. Sebuah dusun rawan banjir yang keseharian penduduknya bermata pencaharian sebagai pencari kupang.  

Ingin mengadakan  kegiatan bermanfaat saja mulanya, saya tawarkan semacam taman baca secara itu yang ada di kepala saya. Menggemakan literasi sebagai passion tak terpisahkan. Mendapat sambutan, mereka berharap  banyak dengan bersedia menyediakan  almari dan tempat berkumpul. Saya janjikan mencari bantuan buku untuk isi lemari. Syukurlah, saya dapatkan. Kompasianer Santoso Mahargono memberikan satu kardus buku bacaan. Itu yang saya berikan.

Minggu menjadi hari yang dinanti bagi anak anak itu, tunas bangsa yang padanya kita berharap menjadi generasi berbudi. Saya sempatkan datang, ingin betul melihat binar dari mata polos mereka. Mereka menggumuli buku-buku yang tersedia. Betul di sekolah mereka sudah bertemu buku,  tapi buku rasa lain dengan membaca dalam situasi berbeda membuat mereka sangat antusias.  

Anis Hidayatie, doc. pri

Buku-buku itu mereka serbu. Semua yang saya bawa mereka lihat, dipegang, dibaca. Bahkan novel-novel tebal mereka buka juga, meskipun tak dilanjutkan membaca dengan alasan hurufnya kecil-kecil. Saya tersenyum. Sepanjang waktu aura bahagia memenuhi muka saya.  

Terlebih ketika ada yang mengambil Juz Amma, yang dicetak dengan tampilan menarik, ada warna dengan gambar pula. Salah satu membaca dengan suara merdu, yang lain menyimak, berlanjut terus sampai beberapa surat selesai. Tetiba menggenang air di dua bola mata ini. Anak-anak itu, mampu menggetarkan hati dengan bacaan kalam suci.

Anis Hidayatie, doc. pri

Membersamai kegiatan literasi seperti menghirup nafas segar dalam kehidupan saya. Untuk itulah saya terlibat dengan mereka. Membantu mengajar membaca bagi yang belum bisa, atau menjelaskan makna bacaan yang kadang tidak mereka mengerti. Hingga timbul ide bercerita, mengambil satu buku cerita untuk saya baca di depan mereka.

Banyak anak yang sudah  selesai dengan sebuah buku. Mau mereka bergantian dengan temannya. Gaduh, karena teman yang lain belum selesai.  Akhirnya saya berinisiatif mengambil salah satu buku cerita pengetahuan. Tentang Gorilla dan kehidupannya.  

"Siapa yang mau dengar cerita tentang Gorillaa!" Seru saya pada mereka yang mulai riuh.

"Saya! Saya!" telunjuk mengacung semua,  teriakan bersahutan.

"Baiklah,  kalau begitu,  kita tunggu yang belum selesai  membaca, baru saya bercerita, oke!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline