Hari Minggu kemarin merupakan kesempatan ke sekian saya bertatap muka dengan wajah mahasiswa peminat literasi. Ada sekolah tentang literasi yang diadakan oleh PMII, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia rayon Moch. Hatta Malang. Lokasi tepatnya di Joyo Suko Metro gang 4. Dekat dengan kampus UIN Maliki Malang. Secara anggotanya juga mayoritas mahasiswanya sedang menempuh perkuliahan di sana.
Ramadhan, mereka pilih sebagai waktu terbaik untuk melaksanakan kegiatan. Berharap keberkahan, menginginkan berlipat kebaikan. Karena kegiatan yang akan mereka laksanakan berada dalam ranah kampanye tholabul ilmi, menuntut ilmu. Yang pelaksanaannya dianjurkan sejak dari buaian hingga nyawa menghadap ajal.
Berbasis surat Al Alaq, yang didalamnya terdapat perintah iqra' bacalah, bismirabbikalladzii kholaq, dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Maka materi sekolah literasi yang diawali hari ini mengusung konsep tersebut. Ada materi bagaimana membaca dan cara menuangkan sesuatu yang sudah dibaca, diamati, diapresiasi dalam sebuah tulisan.
Bentuk tulisan yang dipelajari hari itu meliputi fiksi dan non fiksi. Mengamati isi koran, melihat yang tersaji. Dipandu Nouval, jurnalis media cetak kampus " Gema" UIN Maliki Malang. Dia membahas bagaimana harusnya menulis berita, kode etik jurnalistik, sampai beberapa temuan akun abal abal yang mampu membuat viral sebuah berita.
Ajakannya untuk menjadi penulis yang baik dia gemakan pada peserta. Berjuang lewat tulisan, amar makruf nahi mungkar. Tak mengapa aksi turun jalan sering diabaikan, tapi lewat tulisan beberapa poin penting perjuangan akan terus disimak dibaca orang, bila intensitas share tinggi bahkan bisa menjadi viral. Sesuatu yang tentu nanti akan menuai perhatian.
Saya kebagian memberi materi konsep membaca yang efektif, efisien serta membuat karya tulis yang dapat menjadi media penyalur ide, gagasan dan sebagainya. Metode yang saya gunakan tidak melulu ceramah. Untuk brain storming, saya minta mereka menganalisa bacaan, paragraf, pada buku-buku yang pernah saya tulis. Ada interaksi aktif dan hangat, ternyata menemukan pokok kalimat serta menandai ketika membaca sesuatu belum mereka latih dengan benar. Sehingga ketika membaca buku tebal, penat sudah menguasai pikiran sebelum membaca, ujungnya malas membaca.
Demikian pula untuk kegiatan menulis, sebagian besar masih lebih suka menggunakan media WhatsApp, FB, IG untuk menulis, itu pun bukan karya tulis yang layak dibaca khalayak, masih banyak suka suka. Ada yang sudah punya blog, atau aktif menulis untuk reporter citizen di media cetak. Namun belum satu pun yang pernah menyentuh platform blog seperti Kompasiana ini.
Ini mengagetkan saya tentu, bukankah mereka para mahasiswa yang melek IT? Mengapa tak terpikirkan meng-upload karya tulis di sana? Jadilah hari itu saya pandu mereka untuk membuat akun Kompasiana.
Ternyata mudah saja, tak sesulit ketika saya membantu teman teman guru untuk loggin pertama. Mungkin karena mereka akrab dengan dunia maya.
Saya ingin ada karya tulis yang dihasilkan. Baiklah, teori itu perlu, KBBI, PUEBI juga penting, tapi menerapkan dalam tulisan lebih penting lagi. Saya lebih suka membahas sebuah karya tulis, kemudian mengoreksi konten dan penulisannya bersama-sama daripada memberikan teori panjang lebar tanpa praktek dan analisa karya.
Sedikit teori, langsung praktek, sesuai teori yang didapatkan. Jelek tak mengapa, salah pun bukan masalah, bukankan kita sedang sama belajar? Belajar dari kesalah, dari pengalaman, itu akan lebih berkesan.
Satu yang lupa saya sarankan, menulis dulu di catatan sebelum posting. Sebagian peserta langsung menulis di kolom menulis artikel beyond blogging kita, lupa bahwa mereka belum akrab dengan fitur fitur di Kompasiana.