Mestinya, semburat kuning jingga mampu menampilkan pesona ceria. Ditingkah pendar biru terang pada pucuk daun nan memanjang. Indah tiada tara telah terhidang. Mengundang hati ini ikut riang.
Pada malam yang baru saja terlewatkan membuat kisah pagiku tak lagi memikat pandang. Penjara rasa, belenggu dosa terasa betul pikulan bebannya. Rasa tak pantas menyapa hadir pagi menyeruak, terlalu terhormat dia untuk kuikuti gagah cahayanya.
Aku terpuruk dalam kubangan rasa sesal tak berkesudahan, jelaga malam telah torehkan noktah hitam pekat melekat. Menghapusnya harus dengan air suci maghfirah, yang rasanya tak pantas kudapatkan.
Mengejar ampunan, itu satu satunya jalan. Kan kulakukan demi mandi sucikan diri. Walau mata pandang mereka sudutkan, meski cibir penonton kudapatkan. Aku tak peduli, karena bagiku selalu ada pelindung abadi, ketika aku berpayung mentari.