Lihat ke Halaman Asli

Anis Contess

TERVERIFIKASI

Penulis, guru

Puisi | Menyunting Air Mata

Diperbarui: 14 April 2019   09:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Menyunting Air Mata

Tlah purna bahagia kucecapi bersama, baju senyum, rekah tawa tak henti kunikmati mengiring tiap tarikan nafas yang kupunya. Tiada murung kuhadirkan pun tekuk muka kala jiwa kita masih sempurna.

Lalu kau pamitan, menuju pemanggilmu pulang, dari persinggahan sementara di rumah kita. Istana dunia yang kuhiasi dengan cinta, yang ramai dengan buah kasih kita. Jiwaku tak lagi sempurna. Tinggal separuh saja.

Maka buliran ini menutup saujana, dirundung duka, lara, nestapa awalnya, air mata itu penanda duka karena nyawaku tinggal separuh saja. Mata air tangis ini tak pernah habis, hingga jadi pemandangan indah, bak mutiara jatuh kilaunya.

Waktu berhasil menggerus duka cita, kenangan peninggalan, kobar semangat wujudkan pesan, menjadi bara yang tak pernah padam apinya. Melangkah, berlari, kulalui sepenuh hati, walau kadang tertatih langkah, tersandung onak duri, bahkan darah nanah memenuhi telapak kaki ini. Kunikmati.

Untuk semua yang kulewati tanpamu, kujejakkan air mata. Bukan hanya kala duka, derita, menerpa, pun saat desir bahagia kurasa. Lihatlah buah cinta kita, dia jadi seperti yang kau cita, kuderaikan tirta dari bening netra untuk itu semua. Karena aku telah menyunting air mata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline