Lihat ke Halaman Asli

Anis Contess

TERVERIFIKASI

Penulis, guru

Dalam Tunggu Pesta Rindu

Diperbarui: 21 Maret 2019   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Ini adalah fajar yang kesekian bagi perempuan beku itu hanya nanar. Menatap gurat jingga merah nun di ufuk nan tak sempurna. Sembunyi sapanya tak lagi menjalarkan hangat perapian rindu.
Kabut bergulung, awan kelam berarak menyelimut. Cahaya pendarnya tiada sampai menembus batas dingin yang ingin cair.

Disampaikan cinta pada sepoi yang menerpa pipi, dituliskannya ingin pada tetes gerimis yang merinai. Membaur dengan  tangis sendu menyiratkan rindu.

 Terlampau jadi bah air di matanya, banjir, menutup seluruh rupa hingga basah, tumpah. Tetap dingin, merupa air es yang mengalir di  bawah permukaan sungai salju kutub utara.

Pesta rindu yang dijanjikan lelakinya belum tuntas sempurna, teriakan panggil dari yang punya dirinya tak mampu dia tepis sebentar saja. Mendatangi, lelaki mulia itu perlahan menuju arah matahari terbit.

Mengiring tatap cinta tak berkesudahan pada perempuan rindunya. Lenyap mengukirkan senyap.  Katanya,

" Aku sayang kau adinda."

Lolongan panggil tak mampu menghentikan tarikan mentari pada lelaki mulianya. Seketika sekujur tubuh perempuan itu beku, rasa indahnya turut terbawa berlalu, ikuti arah matahari menuju.

Pada tiap fajar datang dia sampaikan salam.

"Dinda akan menyusulmu nanti, ketika pintu mentari terbuka dan sapamu memanggilku."

Aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri. Perempuan beku itu tak henti berdzikir. Menghitung kerikil, berharap sampai panggilnya pada lelaki pujaan yang selalu ditunggu, demi sempurna pesta rindu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline