Lihat ke Halaman Asli

Anis Contess

TERVERIFIKASI

Penulis, guru

Harapan Malang

Diperbarui: 13 Februari 2019   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Jika tersebut namamu, selalu membulirkan linangan menyayat kalbu. Berat napas tetap kutahan. Bukan karena cinta, hati berdebar, pilu, sesakkan dada. Namun, kotak suci besar himpit punggungmu, kapan lepas diganti pemanggul lainnya. 

Suatu ketika, jalan kotor sudah kami sapu bersama. Agar kau melenggang suka-suka. Taburan bunga mawar jingga harusnya membuat pejalan kaki lewat jadi terkesima. Tidak! Kau malah mengejek dan menggali lubang menganga. Salahku apa?

Kalimat basi jadi alasan terucap di sini. Janji tak mungkin diingkari. Lalu, terjadi adalah aku harus berjibaku dengan waktu. Bersama pemangsa lapar siap menunggu waktu. Menerkam habis tubuh kurusku dengan kulit mulai membiru.

Ketika kusebut namamu. Selalu ada rindu. Bukan untuk hadirkan sayang berlebihan. Bukan untuk kuras habis seluruh perhatian. Malang! Hanya secuil angan kudapatkan. Kau ingkar. Tak datang.

Orang-orang berkumpul hanya minta secarik kertas bertuliskan namanya: ajari kami bicara dengan bunyi dan dengan sandi yang kau bisa. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline