Membangum hubungan sosial di jejaring sosial apapun ibarat merajut benang seperti sarang laba-laba. Kita tidak saling mengenal secara langsung. Berkomunikasi hanya saat HP menyala. Itupun jika jaringan internet lancar.
Halnya diri saya, sebagai orang yang berusia hampir setengah abad, jejaring sosial seperti itu merupakan hal baru yang asing di zaman saya, belajar, adaptasi, menikmati, akhirnya menjadi pecandu juga.
Sebagai pengguna jejaring sosial, saya sangat aktif menggunakannya. Meng admini hampir 20 grup What's Up yang sebagian besar komunitas kepenulisan --saya mendirikan berdasarkan fokus kepentingan--. Belum lagi grup-grup yang lain berdasarkan profesi atau keluarga. Kurang lebih ada 50 grup yang saya ikuti. Syukurlah sejauh ini smartphone saya aman-aman saja. Semoga begitu seterusnya.
Mengapa grup menulis saya banyak, ilustrasi berikut semoga bisa dimaklumi. Misalnya saya akan mengadakan workshop di suatu daerah, maka saya akan berusaha mengumpulkan para penulis di provinsi tersebut dalam satu wadah. Tentu awalnya untuk membahas terlaksananya workshop tersebut.
Jumlah anggota biasanya akan membengkak begitu usai pelaksanaan. Berhubung follow up yang saya ajukan adalah tawaran membuat buku. Maka berdasarkan kepentingan itu tercipta lagi grup-grup baru sesuai buku yang akan diterbitkan.
Bersinggungan dengan banyak orang di media sosial sama dengan belajar bermasyarakat di dunia nyata. Contohnya di Kompasiana. Belum dua bulan saya terlibat aktif menulis di Beyyond Blogging ini, kehangatan pertemanan sudah saya rasakan. Bahagia ketika dikunjungi kompasianers lain itu adalah salah satu keindahan. Diberi vote, saling berkomentar, berbincang melalui chatt adalah bonus yang diluar dugaan.
Meminjam istilah sahabat saya Saifullah Syahid, telah tercipta paseduluran mesra di Kompasiana. Ini hal mahal yang tak bisa diukur dengan uang. Disamping tentu saja bertambahnya ilmu tentang kepenulisan.
Harapannya hubungan inj langgeng , terjalin tanpa ada singgungan atau gesekan, tapi apa ya bisa?
Manusia tempat salah dan lupa, apalagi berhubungan dengan kepala yang berbeda, tentu rawan kesalah pahaman. Beberapa kali saya di grup harus turun tangan menyelesaikan perselisihan. Belum lagi yang japri, chatt pribadi, mencurahkan isi hati karena ada permasalahan dengan anggota lain. Komunikasi, mengedepankan toleransi, menghargai pendapat kawan itu yang saya tekankan demi meminimalisir kesenjangan.
Ya, kesalahpahaman sering kali merupakan faktor utama terjadinya perpisahan. Seperti mantra jailangkungan.
Jailangkung-jailangkung di sini ada pesta besar. Datanglah-datanglah. Kami membutuhkanmu. Datanglah-datanglah. Huft. Datang tak diundang. Pulang tak diantar. Datanglah-datanglah.