Lihat ke Halaman Asli

aniesa puspitasari

penyuka hujan dan segelas teh hangat

Halte Keramat

Diperbarui: 31 Januari 2021   14:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

 Hari hujan deras. Petir menyambar. Kilatan petir buat mata seper sekian detik seperti buta. Putih hanya itu yang terlihat. Hujan saking derasnya. Segera ku ayunkan kaki ke halte bus terdekat. Sekedar berteduh. Alhamdulilah sepi. Masiha ada tempat untuk berteduh.

 Sekian lama menunggu hujan reda tak ada orang menepi. Aneh. Lama-lama terasa horor. Detak jantung semakin tak karuan. Jangan-jangan ini halte terkutuk. Nyaris sepi. Hanya aku dan kenangan eh genangan. 

 Hanya hujan yang menemani. Dingin, lapar, sampai sekarang belum ada bus yang menepi. Tetiba ada sesosok tangan terjulur reflek aku terkejut menepis tangan itu. Ada teriakan. Bukan suaraku.  Kemudian diikuti sesosok pria berambut gondrong nyaris menutupi sebagian wajahnya.Kemudian dia berkata

"Neng disini halte udah nggak kepakai"

"Mau berjam-jam nunggu angkot nggak akan ada yang lewat neng"

"Oh ya aku bukan hantu"

Orang itu berlalu. Dalam hati mengucapkan terima kasih. Ngacir pergi nyari tempat berteduh lain. 

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline