Menyandang predikat jomblo memang enjoe aja ketika usia masih sangat muda. Seperti dalam tembang kenangan yang dinyanyikan Kus Plus bersaudara yang tak asing ditelinga kita;
Begini nasib jadi bujangan
Kemana-mana, tiada orang yang melarang
Hati senang walaupun tak punya uang ...
Begitulah yang kurasakan selama ini, hingga tak terasa usia semakin tua. Sementara teman-teman sebaya sudah pada berkeluarga, punya mantu bahkan cucu. Kalau pas reunian, kumpul-kumpul sering bercanda: " Sekarang sudah bermutu ya?" (bermutu maksudnya punya cucu, dalam bahasa jawa putu, punya cucu=mutu). Aku yang jomblo spontan menjawab; "Waduh berarti aku ga bermutu donk!" Langsung teman-teman tertawa ngakak sambil komen: "Kalau kamu mah ga bakalan bermutu An, punya mantu aja belum. Ayo kapan nikah, agar segera nyusul kita bermutu... he he ehe "
Pertanyaan "Kapan nikah" mungkin suatu kalimat basa-basi tuk memcairkan suasana, atau bahkan bertujuan aga lebih akrab dan dekat dalam jalinan persahabatan. Namun pertanyaan ini akan menjadi sebuah polimik dikala disampaikan pada orang yang boleh dibilang kedaluwarsa, kelamaan menjomblo atau dalam bahasa yang lebih kasar, perawan tua. Karena sesungguhnya hampir tak ada seorang perempuan di dunia ini yang sanggup/mau menda[at julukan seperti itu.
seperti dalam judul di atas, Jomblo Abadi Salah Siapa, akan saya kupas tuntas disini sebagai pengalaman pribadi, yang mungkin bermanfaat bagi pembaca yang sudah berkeluarga, agar tidak mudah menyalahkan kami para jomblowati abadi dan menjadi motifasi diri untuk tetap semangat menghadapi masa depan dengan kegiatan bermakna, tidak putus asa karena jomblo abadi bukan suatu aib, bukan pula keinginan kita.
Tidak semua orang yang bertahan menjomblo adalah karena pernah patah hati, frustasi atau kisah sedih masa muda yang lain. Memang banyak sich para wanita yang pernah kecewa berpacaran, ditinggal kekasih dan sebagainya akhirnya susah move on. Tapi tidak semua seperti itu lho, karena jodho, pati, rejeki itu Allah yang atur. Kita manusia punya banyak rencana, tapi keputusan/ketetapan ada pada Allah jua. Seperti yang aku alami selama ini.
Semasa hidupku tak pernah mengenal pacaran, meski banyak teman. Berteman seluas-luasnya dan Alhamdulillah tidak pernah terjerat pergaulan bebas yang melanggar norma agama. Aku dibesarkan oleh orang tua yang disiplin dan otoriter karena memang begitulah zaman saya dulu.
Bagaimana sikap ayahku dalam menjaga dan mendidik anak perempuannya, aku jadikan pengalaman berharga. Masa SMA adalah masa indahnya bercinta, namun tidak berlaku dalam kamusku. Namun kepolosanku justru sering dijadikan mak comblang. Teman sebangkuku yang manis banyak pria yang jatuh hati dengannya. Mulai teman sebaya hingga kakak kelas, para cowok bersahabat denganku lantaran gadis manis teman sebangkuku.