Lihat ke Halaman Asli

anie puji

Mengembangkan hobby menulis, berbagi informasi dan pengetahuan lewat kompasiana

Pandemi, Peluang atau Musibah?

Diperbarui: 17 Desember 2020   23:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

belajar berkebun, menanan dengan menggunakan media pot dari gelas bekas (Dokpri)

Pertanyaan ini cukup menggelitik dan membawa perubahan besar pada diri saya. Jujur pada awal datangnya pandemi covid membuat saya bingung, emosi, dan tak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah. Sekolah buka tutup sehari dua hari masuk, lima hari libur karena kebijakan yang sering berubah-ubah tak menentu. Hari ini zona merah besok kuning besuknya lagi hijau, ah kayak lampu bangjo aja

Alhamdulillah dari pertanyaan Prof Fatah:"Pandemi musibah atau peluang ?" dalam pengantar sebuah seminar di IAIN Kudus beberapa bulan silam, telah mengubah pola pikir saya dalam menghadapi pandemi ini. Beliau menyampaikan panjang lebar bagaimana menghadapi musibah ini menjadi sebuah peluang besar, bagi orang-orang yang mau berfikir positif. Sebagaimana diingatkan dalam AlQur'an Surat Ar-Ra'd, ayat 11 sebagai berikut  

Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."

Kita semua tahu bahwa dengan adanya pandemi sekolah ditutup atau istilah kerennya pembelajaran daring. Hampir setahun dunia pendidikan kita terpuruk, masyarakat/wali murid resah gelisah uring-uringan, guru tugasnya makin menggunung, yayasan kalang-kabut menutup biaya operasional karena banyak siswa yang nunggak sementara gaji guru harus tetap dibayarkan/dikeluarkan. 

Intinya tidak ada yang diuntungkan dalam hal ini seperti mengurai benang kusut Ternyata kondisi ini merupakan peluang besar bagi para konglomerat untuk berbisnis di dunia pendidikan, mempersiapkan pendidikan bertaraf internasional. 

Dan menurut Bapak Profesor, lembaga pendidikan yang tak sanggup menghadapi tantangan jaman, tidak kreatif, inovatif, maka akan tergilas dan akhirnya tumbang satu demi satu dan  diambil alih oleh para konglomerat tersebut. Pernyataan ini telah membuka cakrawala baru bagi saya selaku pendidik dan sekaligus pengelola lembaga pendidikan.

Saya bangkit, semangat dan mengatur strategi baru menyelamatkan anak bangsa generasi muda meski dengan biaya seadanya, karena saya memang bukan kategori konglomerat yang kaya raya. 

Bagaimana menghadapi kondisi agar pendidikan tetap jalan diperlukan terobosan baru dan pemikiran jitu. Pantang berpangku tangan, apalagi mengharap bantuan meminta-minta turun ke jalan.  Informasi himbauan dan tata-cara pembelajaran menghadapi pandemi saya pelajari. 

Dan pada saat menjelang tahun ajaran baru 13 Juli 2020 kami duduk bersama bermusyawarah dengan wali murid, apa dan bagaimana yang diinginkan para wali murid terkait dengan pembelajaran. 

Dari pertemuan tersebut ternyata tidak ada satupun yang menginginkan pembelajaran daring, semua sepakat agar anak-anak tetap belajar di sekolah, meskipun waktunya sebentar, dengan berbagai alasan:

a. Hafalan ngaji, doa dan sebagainya semakin luntur karena lama tidak diasah di sekolah sementara kalau dibimbing orang tua susah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline