Generasi Z, yang lahir di era teknologi yang berkembang pesat, memiliki cara yang berbeda untuk mengakses dan menyerap informasi. Mereka tumbuh dengan perangkat digital, seperti ponsel pintar, tablet, dan komputer, yang memberikan informasi dalam hitungan detik.
Kondisi ini membentuk pola pikir mereka yang lebih suka informasi instan, visual, dan interaktif. Meskipun demikian, kemudahan ini menantang minat mereka dalam membaca buku literasi, yang membutuhkan waktu dan perhatian lebih banyak.
Dalam beberapa tahun terakhir, minat mahasiswa Generasi Z untuk membaca buku telah menurun. Menurut penelitian, banyak siswa lebih suka membaca artikel singkat atau ringkasan daripada buku penuh.
Keterbatasan waktu bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan fenomena ini; kebiasaan digital telah mengubah cara orang berpikir. Pengalaman membaca buku, yang sering dianggap memakan waktu, telah digantikan oleh akses informasi digital yang lebih cepat. Sebaliknya, kemampuan literasi yang mendalam tetap diperlukan di dunia pendidikan.
Literasi, terutama yang berbasis akademik, menyediakan fondasi pengetahuan yang luas. Namun, minat mahasiswa untuk membaca buku berpengaruh pada pemahaman mereka tentang materi kuliah. Kondisi ini dapat menyebabkan kemampuan untuk menganalisis secara kritis, yang merupakan keterampilan penting di era informasi.
Generasi Z menghadapi kesulitan besar dalam mempertahankan minat mahasiswa dalam membaca buku literasi karena mahasiswa hidup di era digital. Hidup yang serba cepat dan kemajuan teknologi telah mengubah cara mahasiswa berinteraksi dengan data. Dengan konten digital yang lebih mudah diakses dan dikonsumsi, buku dulunya menjadi sumber utama pengetahuan. Banyak faktor yang saling berhubungan, internal dan eksternal, memengaruhi keadaan berikut:
- Perkembangan Teknologi dan Informasi, Mendapatkan data dengan teknologi digital mudah dan cepat. Mahasiswa Generasi Z lebih cenderung membaca buku secara mendalam daripada bergantung pada internet untuk menemukan jawaban cepat. Karena platform seperti Google dan Wikipedia tersedia, orang dapat mendapatkan ringkasan yang mudah dipahami tanpa harus membuka buku asli. Media sosial juga sangat membantu mengalihkan perhatian mahasiswa dari membaca.
- Budaya Multitasking, Generasi Z disebut sebagai generasi multitasking karena mahasiswa sering melakukan banyak hal sekaligus. Contoh aktivitas mahasiswa termasuk mendengarkan musik atau menonton video sambil belajar. Kebiasaan ini membuat sulit untuk berkonsentrasi pada satu aktivitas dalam waktu yang lama. Membaca buku, yang membutuhkan konsentrasi yang mendalam, dianggap kurang menarik dibandingkan dengan aktivitas lain yang lebih interaktif.
- Preferensi terhadap Konten Visual, Generasi Z lebih menyukai konten visual, seperti gambar, video, dan infografis, karena lebih cepat dipahami dan menghibur. Buku literasi yang didominasi teks dianggap membosankan dan membutuhkan lebih banyak upaya untuk dipahami.
- Kurangnya Keterhubungan dengan Konten Buku, Banyak buku literasi, terutama buku akademik, ditulis dengan gaya penulisan formal yang tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Mahasiswa kesulitan memahami manfaat langsung dari membaca buku karena ketidakterhubungan ini. Mahasiswa lebih tertarik pada konten yang terkait dengan minat pribadi mahasiswa atau masalah yang paling sering dibahas di media sosial.
- Tekanan Akademik dan Keterbatasan Waktu, Mahasiswa tidak memiliki banyak waktu untuk membaca buku karena jadwal kuliah yang padat dan tuntutan tugas dan kegiatan ekstrakurikuler. Mahasiswa lebih memilih metode belajar yang efektif, seperti membaca ringkasan atau menggunakan aplikasi pencatat materi, daripada membaca buku yang tebal.
- Akses dan Ketersediaan Buku, Meskipun teknologi telah membuat informasi lebih mudah diakses, tidak semua buku literasi dapat diakses secara digital. Mahasiswa juga tidak dapat memiliki koleksi buku pribadi karena harga buku fisik yang mahal. Meskipun gratis, perpustakaan sering dipandang kurang menarik karena suasananya yang formal.
- Lingkungan Sosial dan Budaya, Dalam lingkungan sosial Generasi Z, membaca belum menjadi kebiasaan yang kuat. Mahasiswa sering kali tidak memiliki dukungan dari keluarga, teman, atau komunitas untuk membiasakan diri membaca buku. Sebaliknya, budaya konsumsi informasi melalui media digital lebih dominan, membuat membaca buku terlihat sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman.
Generasi Z memiliki kecenderungan untuk multitasking, yang memungkinkan mahasiswa mengakses informasi sambil melakukan aktivitas lain, seperti menonton video atau berkomunikasi di media sosial. Multitasking dapat mengganggu konsentrasi, membuat aktivitas membaca yang membutuhkan fokus penuh kurang menarik. Selain itu, kemajuan teknologi telah mengubah budaya membaca menjadi lebih hiburan.
Novel ringan atau artikel populer lebih sering dinikmati melalui e-book atau aplikasi membaca digital, sementara buku literasi akademik sering diabaikan. Mahasiswa lebih cenderung melihat buku sebagai beban tambahan daripada sebagai alat untuk memperluas pengetahuan mahasiswa. Namun, ada solusi untuk masalah ini.
Untuk membangun kembali budaya membaca, perpustakaan, sekolah, dan dosen memainkan peran yang sangat penting. Menggabungkan teknologi dengan literasi buku adalah salah satu cara yang dapat dilakukan. Misalnya, memfasilitasi akses ke buku literasi dalam format digital yang interaktif atau mendukung diskusi berbasis buku melalui platform online.