Lihat ke Halaman Asli

Sekelumit Tentang Pajak

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar diambil dari google

Pajak

Apaan… tuh …?? Baru denger aja udah bikin illfeel. Maklum kata itu identik dengan sesuatu yang bikin isi dompet kita berkurang. Parahnya lagi, tanpa memperoleh imbal balik secara langsung kayak waktu kita keluar duit buat bayar belanjaan di supermarket. Malessssss khannnn? Jelas dong. Kamu pasti juga males kena pajak.

[caption id="" align="aligncenter" width="240" caption="Gambar diambil dari google"][/caption]

Tapi tunggu dulu kawan. Berita buruknya, pajak itu dilegalkan di negara kita karena merupakan implementasi dari produk hukum bernama undang-undang yaitu undang-undang perpajakan. Tentu saja undang-undang itu berlaku di seluruh wilayah NKRI dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat. Ihhhhhhh… gak bisa menghindar dong. Yaaa… mau tidak mau lah kawan. Bahkan di negara lain juga gitu kok. Tentu prakteknya bisa aja beda antara negara satu dengan yang lain.

Tapi yang kutahu nih semua ada aturan mainnya. Yang kutahu memang tidak banyak kawan. Tulisan ini berdasar pengalamanku saja sebagai wajib pajak yang terdaftar semenjak tahun 2001 ( jadi sudah 10 tahun aku punya NPWP ). Aturan mainnya kayak gini nih. Simak ya, walau cuma sekelumit aja.

Kalau kamu seorang karyawan dengan status belum menikah , tidak memiliki tanggungan, dan memperoleh penghasilan semata-mata hanya dari 1 (satu) pemberi kerja dan diluar itu tidak ada usaha lain maka cara hitungnya begini (semoga benar) = ( Gaji – 1.320.000 ) x 5 %

Contoh : Gaji 2 juta sebulan, maka pajaknya = (Rp 2 juta – Rp 1.320.000 ) x 5 % = Rp 34.000,-

Pajak sebesar Rp 34 ribu itu sudah dihitungkan oleh pemberi kerja sekaligus sudah dipungut dari gaji kita.Jadi kita menerimanya Rp 1.966.000,-

Dengan catatan : pengurang seperti contoh Rp 1.320.000 akan berbeda jika wajib pajaknya berstatus menikah. Akan bertambah lagi jika memiliki tanggungan. Maka akan mengecilkan jumlah pajaknya.

Trus, kewajiban kamu yaitu mengisi , menandatangani, dan melaporkan SPT Tahunan sekali dalam setahun kawan. Waktunya sudah ditentukan yaitu mulai Januari sampai dengan selambat-lambatnya 31 Maret. Jadi kalau Januari belum sempat ya laporkan di bulan Februari. Kalau masih belum sempat juga, kamu bisa melaporkan di bulan Maret. Kalau kamu lapor setelah bulan Maret maka SPT tetap bisa diterima tapi terlambat. Nah, berdasar undang-undang juga kalau terlambat maka akan dikenakan sanksi denda keterlambatan besarnya Rp 100 ribu. Kalau lapornya tidak terlambat ya tentu saja tidak boleh dikenakan denda. Begitu kawan. Semoga tulisan ini bermanfaat. Sekali lagi walau cuma sekelumit.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline