Lihat ke Halaman Asli

Yedija Luhur

Photographer

"People Created Equal, We Created Inequality"

Diperbarui: 10 Mei 2024   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah kata-kata yang terbesit di pikiranku secara dadakan. Aku mau berpendapat mengenai kata-kata diatas. Pasti banyak sekali Perdebatan dan kalian yang tidak setuju, kita diskusiin di kolom komentara ya, atau bisa DM ke instagram ku di @yedijaluhur

Diluar ranah faktor biologis, semua manusia diciptakan setara, terlepas dari suku, agama, ras, gender dan golongan tertentu. Semua manusia memiliki hak yang sama untuk hidup dan diasuh. Hampir semua ajaran agama pun mengajarkan hal itu, lalu mengapa kita masih membeda-bedakan satu dengan lainnya. Suatu ketidaksetaraan itu merupakan salah satu sumber masalah utama yang selalu terjadi di antara society kita. Biasanya para influencer dan SJW meneriakkan equality ini. Kaum feminis pun mengutarakan hal yang sama.

Lalu, apakah ketidaksetaraan itu hal yang salah?

Supaya tidak salah tangkap, aku akan membreakdown makna dari ketidaksetaraan ini terlebih dahulu. Ketidaksetaraan berbeda dengan ketidakadilan. Tidak setara belum tentu tidak adil, dan tidak adil belum tentu tidak setara.

Tentunya kita tidak bisa menyetarakan antara laki-laki dan perempuan ketika mereka diciptakan berbeda, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kita tidak bisa menyetarakan antara manusia yang lahir dengan normal dan lahir dengan kekurangan, dan masih banyak lagi contoh ketidaksetaraan. Di sisi lain kita tidak bisa berkelakuan adil dengan memberikan hal yang sama kepada tiap orang. Memberikan gaji yang sama pada tiap orang dan memberikan penghargaan yang sama kepada tiap orang, karena setiap orang membutuhkan hal yang berbeda-beda.

"People are created equal"

Terlepas dari unsur biologisnya. Manusia dilahirkan, seperti kertas kosong yang bisa dibentuk, dicoret dan digambar apapun. Sejak saat manusia keluar dari kandungan seorang ibu, disaat itulah nilai-nilai ketidaksetaraan mulai kita pelajari secara sadar dan tidak sadar. Mungkin aku bisa bilang yang secara sadar itu hanya 10-20%. Sisanya 80%, nilai-nilai tersebut masuk ke alam bawah sadar kita melalui panca indra yang kita miliki.

Aku sering sekali mempertanyakan hal ini. Semisal sejak bayi, jika diasuh oleh keluarga yang hidup di hutan sendirian, seumur hidup hanya berinteraksi dengan hewan dan alam (seperti tarzan), bagaimana etika yang dia miliki ketika dewasa disaat harus hidup di society manusia? Atau bagaimana bahasa yang ia dapatkan, ketika seumur hidup dia hanya berinteraksi dengan alam? bagaimana pandangan dia terhadap alam jika dibandingkan dengan enviromentalist saat ini? semua pertanyaan itu mungkin hanya bisa dibuktikan oleh peneliti. Yang aku penasaran apakah semua hal itu sudah terpatri didalam DNA kita, atau semua informasi yang ada di dalam pikiran kita adalah hasil dari pengaruh external. Hipotesaku lebih dari 90% hasil buah pikiran kita berasal dari hal external. Kalau ada yang pernah tau penelitiannya, bisa kasi info ke aku ya.

Kesetaraan itu bersifat subjektif di level individu dan di level kelompok. Tapi ketika kita mencari objektifitas dari kesetaraan ini, justru menurutku yang kita temukan adalah ketidaksetaraan yang makin banyak lagi. Sama seperti diwaktu mencari kesamaan diantara kita atas nama toleransi, justru perbedaan yang didapat. Dan toleransi itu bukan mencari kesamaan, tetapi menyetujui kalau kita berbeda. Mungkin di lain kesempatan aku mau berpendapat mengenai toleransi ini, karena akan menjadi pembahasan yang sangat menarik dan panjang.

"We Create Inequality"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline