Mempunyai sebuah komitmen itu gampang-gampang susah. Melakukan dan menjaganya apalagi. Umumnya tergantung seberapa besar keteguhan hati terhadap komitmen tersebut. Apapun itu komitmennya. Apakah melibatkan orang lain, atau bahkan hanya dengan diri sendiri. Termasuk hal apa yang di-komitmen-kan. Tidak menjadi masalah apakah hal itu penting atau tidak penting, tetapi saat kita sudah berkomitmen, nah disitulah perjalanan cerita dimulai.
Tidak bermaksud untuk men-generalisasi. Biasanya pada masa-masa yang indah, membuat dan menjalankan komitmen menjadi hal yang menyenangkan. Masa-masa indah ini biasanya terjadi saat belum banyak ujian yang harus dijalani yang menantang keteguhan hati, atau masih banyak orang-orang yang memberikan support kepada kita. Namun saat datang beberapa tantangan yang mencolek keteguhan hati, atau support dari orang-orang yang kita harapkan sudah mulai bertebaran entah kemana, biasanya di saat itu kita seakan diminta mengerahkan usaha lebih banyak lagi untuk menjalankan, atau menjaga, sebuah komitmen.
Komitmen yang melibatkan orang lain bisa membutuhkan persyaratan yang lebih banyak karena berarti kita membuat dan mempunyai kesepakatan dengan orang lain. Bagaimana kita menjalankan atau menjaga komitmen tersebut akan kembali kepada kesepakatan yang dibuat atau yang dirundingkan. Tentunya apapun yang terjadi dengan perjalanan komitmen tersebut, alangkah baiknya jika semua terjadi atas dasar kesepakatan juga.
Namun ada banyak komitmen yang hanya melibatkan diri sendiri. Biasanya ini berhubungan dengan pengelolaan diri, pengembangan diri dan hal-hal yang dapat dilakukan oleh diri sendiri. Menariknya adalah komitmen yang hanya untuk diri sendiri saja seringkali perlu usaha ekstra untuk dilakukan. Saya juga merasakan hal yang sama ha-ha-ha. Padahal ya tidak ada orang lain dalam komitmen tersebut. Menurut saya, kalau mau dipikir secara sederhana yang dibutuhkan sebetulnya cukup konsistensi. Tidak perlu terlalu banyak syarat-syarat yang rumit, karena konsistensi sudah bisa membantu menjaga komitmen ini. Misalnya saat kita punya komitmen kepada diri sendiri untuk tetap sehat, kita bisa konsisten menjaga kesehatan kita dengan olahraga, istirahat dan makan teratur. Saat kita punya komitmen untuk mengembangkan pengetahuan kita, kita bisa konsisten menambah ilmu kita dengan membaca dan belajar lagi dari sumber lainnya. Ini hanya sebagian contoh saja. Memang tidak berlaku sama untuk semua hal, namun umumnya konsistensi cukup bekerja dan berpengaruh untuk komitmen pada diri sendiri. Namun demikian kita pun harus berkomitmen bahwa kita tidak melibatkan orang lain atau tidak menyalahkan orang lain apapun hasil yang kita capai. Toh dari awal komitmennya dengan diri sendiri.
Komitmen merupakan suatu proses, bukan hasil dan bukan tujuan. Hasil dan tujuan yang dilakukan dengan berkomitmen akan terlihat di kemudian hari atau di masa depan. Bisa saja kita sudah merasakan hasilnya pada saat kita menjalankan komitmen tersebut. Karena komitmen adalah suatu proses, kita bisa saja melakukan review atau analisa bagaimana perjalanan proses komitmen yang kita jalani. Untuk komitmen yang melibatkan orang lain, sekali lagi alangkah baiknya terjadi komunikasi dengan orang yang terlibat. Konflik sangat mungkin terjadi dalam me-review proses komitmen itu dan disitulah dibutuhkan kemampuan atau bahkan ketrampilan lebih jauh untuk menanganinya. Review proses komitmen ini pun dapat dilakukan untuk komitmen kepada diri sendiri. Konflik yang mungkin terjadi ya hanya dengan diri sendiri. Untuk itu kita sebaiknya mengenali diri kita lebih baik. Semakin kita mengenali diri kita, kita akan lebih berdamai dengan diri sendiri dan semakin mudah untuk merancang dan melakukan tindakan selanjutnya yang memang sesuai untuk kita.
Ada kesamaan kondisi yang sebaiknya kita miliki antara komitmen yang melibatkan orang lain dan komitmen dengan diri sendiri. Kondisi itu adalah apapun komitmen yang kita miliki dan jalani, kita memerlukan pengendalian diri. Bagaimanapun komitmen muncul atas dasar kemauan dan persetujuan kita, baik komitmen yang melibatkan orang lain maupun hanya dengan diri sendiri.
Pengendalian diri ini akan membuat kita punya kemampuan menjalankan sebuah komitmen dengan lebih mumpuni. Kita dapat mengendalikan diri kita jika kita mengenali karakter kita sendiri. Mengetahui kelebihan dan kelemahan yang kita miliki, dan bagaimana mengelolanya. Tentunya saat kita membuat komitmen, apapun itu, kita berharap dapat mencapai tujuannya atau hasilnya sesuai yang kita inginkan. Namun dalam perjalanan kisah sebuah komitmen, mungkin tidak akan selalu bertemu dengan keindahan. Dalam perjalanan sebuah komitmen, kita bisa saja bertemu dengan hal-hal yang membuat impian menjadi runyam, yang seolah menenggelamkan kita ke sebuah lautan tanpa daratan, yang membuat hati kita bagaikan bertemu kegelapan tanpa harapan bertemu cahaya. Paling tidak, jika kita punya pengendalian diri, kita akan bisa bertahan dan berusaha untuk menjalani proses komitmen tersebut. Walaupun mungkin saja hasilnya tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Namun bisa saja dalam kisahnya, proses komitmen itu kemudian mengarah ke arah yang baru, tujuan baru dan hasil yang baru. Pengendalian diri ini akan membantu memudahkan kita dalam menjalani segala kemungkinan yang terjadi.
Ada baiknya ketika kita membuat komitmen, bukan hanya disebabkan hanya karena hal-hal yang indah tetapi juga hal-hal yang baik. Karena pada perjalanannya, kita tidak selalu bertemu keindahan dan tidak selalu dapat menciptakan keindahan. Namun apabila kita menambahkan unsur-unsur kebaikan dalam komitmen tersebut, akan lebih memudahkan kita untuk berdamai dengan perjalanan kisah komitmen tersebut yang sangat bisa bertemu dengan berbagai ketidakpastian dan segala kemungkinan.
Nie, 10Nov2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H