Lihat ke Halaman Asli

KTKLN Membuatku Hampir Tak Bisa Balik Hongkong

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Edisi Trauma Pulang Kampung

Menjadi Warga Negara Indonesia golongan pinggiranitu memang gampang-gampang susah. Mau gimana coba, kalau tidak begitu menyebutnya. Mau pulang kampung saja, ternyata susahnya minta ampun! Tahun 2006 yang lalu, saya mencoba mengadu nasib dan masa depan dengan negara tujuan Hong Kong, dan selama itu pula saya belum pernah untuk pulang ke Indonesia. Jatah extend visa dua tahunan ketika menginjak kontrak ke-dua akhirnya saya labuhkan dengan mengunjungi negara terdekat Hong Kong, yaitu Beijing. Tetapi pada kontrak lanjutan saya yang ke-tiga, di mana jatah visa saya harus renew, saya diwajibkan kembali untuk keluar dari negara Hong Kong. Keputusan tergolong sangat berat ketika itu, coba banyangkan saja, selama lima tahun saya belum pernah pulang ke kampung halaman, tetapi jatah cuti saya hanya mendapatkan waktu 4 malam 5 hari pulang pergi. Otomatis waktu saya tidak akan pernah cukup untuk menempuh perjalanan ke kampung halaman. Dan kalaupun cukup, pasti waktu saya akan lebih banyak habis diperjalanan. Ticket sudah saya booking dari satu bulan sebelumnya, dan dengan berat hati saya mencoba untuk menghilangkan kesedihan dengan mencari alternatif lainnya di mana saya bisa memanfaatkan jatah cuti saya dengan sebaik mungkin dan tidak kelelahan. Tentunya dengan konsultasi terlebih dahulu ke pihak keluarga, akhirnya saya putuskan untuk mengambil jatah cuti ke Jakarta. Banyak alasan kenapa saya memilih Jakarta. Ada urusan pekerjaan yang sekalian di selesaikan di sana, dan juga berkumpul dengan kawan-kawan kompasianer di Jakarta adalah hal yang saya impikan.

Bismillah, akhirnya tanggal 29 April dengan nomor pesawat cx776 saya akhirnya mendarat juga di Bandara Cengkareng. Perasaan dag dig dug sempat membuat saya tidak nyaman ketika itu. Membayangkan banyak cerita, jika di Terminal tiga itu banyak orang yang mencari mangsa bagaikan manusia planet sedang kelaparan. Mendengar saja terasa mengerikan.

Hmmm....Indonesia, I’m back!!!!!

Bau tanah khas Indonesia yang sudah lama tidak dapat saya rasakan, membuat senyum sumringah mengembang tak tertahan. Perasaan senang menggelayuti perasaan saya saat itu. Dengan dijemput oleh kawan kompasianer Jakarta( Om Dian Kelana dan Pak Thamrin) akhirnya saya bisa merasakan nyaman berjalan, walaupun sempat beradu tegang dengan pegawai Imigrasikarena saya dengan santai mengambil salah satu papan baliho yang bertuliskan “Selamat Datang Pahlwan Devisa”.

Wow...Jakarta , inikah kesanmu kepadaku?

Aneh sekali dengan mereka yang melarangku untuk mengabadikan gambar tersebut. Entahlah apa alasannya saya kurang paham. Karena ini adalah pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Jakarta, jadi saya tidak mau ribut bersama mereka. Setelah saya meminta maaf, akhirnya saya berbaur kembali dengan antrian yang berjejer di antara panas Jakarta yangrasanya sampai menggerayangi ubun-ubun.

4 malam 5 hari. Let’s have good travel!

Jakarta yangsangat panas. Kemacetan yang luar biasa memang sangat berbeda denga apa yang saya rasakan selama lima tahun jangka kehidupan yang saya rasakan selama di Hong Kong. Berbeda sekali ketika menikmati kemacetan serta banyak pengamen-pengamen kecil di jalanan lampu merah ketika itu. Ngelus dada dan ingin nangis ketika banyak anak-anak jalanan yang harus menggadaikan masa depanmereka demi sekeping rupiah di antara terik dan taruhan nyawa. Merasa diri ini sangatlah kurang bersyukur menjalani tuntutan kehidupan ketika tatapan mata saya sempat beradu pandang dengan anak jalanan Jakarta. Merasakan miris yang luar biasa ketika sampai kini bayangan mereka masih sempat membangunkan lamunan saya tentang arti kehidupan. Indonesia masih sama di mata saya, lima tahun yang lalu dan sekarang.

*************

Bertemu dan sharing di Kantor Kompas dengan Kang Pepih Nugraha, Kang Izkandar Zulkarnain adalah pengalaman baru yang saya rasakan. Terimakasih untuk semuanya Kang...terimakasih juga untuk kenang-kenangan dan jamuan makan siangnya buat saya. Selanjutnya acara berlanjut dengan kopdaran di TIM bareng Om Dian Kelana, Babeh Helmi, Joshua, Om Jay, Mbak Yayat, Mas Odi, Mas Achsin, Mbk Yuni dan tak lupa juga Mas yang paling ganteng di antara seluruh penduduk negeri kayangan, mas Hazmi Srondol yang super kocak. Terimakasih untuk semua sahabat yang telah menyempatkan waktunya bertemu saya, di antara rutinitas pulang Kantor yang sangat melelahkan.

Menikmati Jakarta dengan waktu yang sesingkat itu memang tidak cukup waktu. Tetapi dengan waktu yang saya miliki saya tidak ingin membuatnya semakin sia-sia tanpa hal yang istimewa. Berbelanja buku di Gramedia, merayap subuh-subuh di Tanah Abang untuk mencari batik, merapat panas ke TMII, menikmati keindahan pantai Ancol, sampai nguber para demontras di bundaran HI ketika terjadi demo hari Buruh Internasional tak saya lewatkan. Luar biasa.....menurut saya. Paling tidak rutinitas waktu seperti ini dapat menghilangkan ketegangan dan kepenatan saya di waktu kerja selama di Hong Kong.

4 malam 5 hari tanpa terasa begitu cepat berlalu. Waktu dines dan kembali ke rutinitas awal sudah ada di depan mata. 4 Mei, dengan pesawat penerbangan jam tiga sore, saya tiba di Bandaratentu harus lebih awal. Setelah sempat tertidur ayam di DAMRI, akhirnya sampai juga di Cengkareng. Setelah check in barang, saya masih ada waktu sebentar untuk kembali keluar menikmati angin Jakarta dan panas Indonesia. Seakan tidak mau kembali ke Hong Kong, rasa-rasanya perasaan berat menggelayuti perasaan saya ketika itu. Jam dua siang, akhirnya saya putuskan untuk kembali ikut antrian di barisan petugas Imigrasi. Tiba giliran saya, saya menyerahkan ke tiga-tiganya Paspor saya beserta kontrak kerja. Ketika itu petugas Imigrasi melihat ke wajah saya, dan menanyakan kepada saya tentang KTKLN. Dan dengan ringan saya menjawab saya belum punya Pak. Dia tidak kalah enteng menimpali saya,

Imigation: “ kalau tidak punya tidak boleh berangkat mbak!”

Saya: “ Waduh pak, jangan main-main, pesawat satu jam lagiberangkat nih!”

Imigration: “Silahkan mbk urus dulu di sana!”

Sambil tangannya mengarahkan ke arah Balai Pelayanan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia.

Mengingat pesawat satu jam lagi terbang, saya sempat merasakan grogi dan takut ketika itu. Dengan segera saya meluncur ke petugas jaga di Balai Pelayanan Tenaga Kerja Indonesia, dan menanyakan bagaimana caranya agar saya bisa mendapatkan KTKLN saat itu juga. Saya ditanya,

Mas’nya: “ Memang mau ke mana mbak?”

Saya: “Hong Kong Mas.”

Dan tanpa ba bi bu, saya langsung memberondong pertanyaan bagaimana caranya agar saya bisa mendapatkan KTKLN saat itu juga. Dengan entheng mereka menjawab, agar saya mengurusnya di Kantor pelayananterdekat di Jakarta, sambil menyerahkan secuil alamat kepada saya. Ketika itu saya sempat menanyakan syaratnya apa saja. Dia menjawab harus ada keterangan surat dari PJTKI, surat PAP( bukti kelulusan ujian ketika test praktek sebelumkeberangkatan ke luar negeri). Saya langsung menanyakan kembali, memang butuh waktu berapa lama mas?. Dia bilang paling cepat dua jam mbak. Waduh mas...gila apa? Pesawat 45 menit lagi berangkat ni. Ubun-ubun saya semakin panas ketika itu, melihat mereka dengan santai menjawab pertanyaan saya, dan ketegangan semakin membuat saya gelisah.

Saya lalu bertanya, ya sudah... sekarang tolong carikan solusi tercepat agar saya bisa kembali pulang ke Hong Kong saat ini juga. Mereka dengan entheng malah menjawab tidak bisa membantu, dan harus mengurus KTKLN dulu baru bisa berangkat. Saya kembali menggertak mereka, saya bilang kalau saya aktif di beberapa organisasi di Hong Kong, jadi saya tahu seluk beluk mereka. Dan saya juga menggertak mereka kalau di Hong Kong sendiri sampai saat belum ada sosialisasi terbuka mengenai kepastian kepengurusan KTKLN itu sendiri. Saya ngeyel, masa jatah cuti Cuma 4 hari di suruh tidur diBalai Pelayanan TKI hanya gara-gara ngurusin KTKLN. Sempat beradu tegnag ketika itu, saya tetap ngeyel jika pada tahun 2006 saya datang ke Hong Kong, belum ada yang namanya KTKLN seperti itu. Merasa tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dan tidak mendapatkan bantuan sama sekali, akhirnya dengan geram saya menginggalkan tempat itu secepatnya.

Dan alamakkkkkkk....di belakang saya ternyata sudah berdiri seseoarng yang ternyata dari tadi membuntuti saya. Berbaju hitam seperti seorang ajudan, saya kira dia mau menolong. Eh...tidak tahunya calo yang menawarkan bantuan untuk mengurus KTKLN. Saya tanya ke dia dengan nada sinis, karena kepala saya sudah terasamau pecah mengingat waktu yang semakin lama menipis.

“ Emang kamu bisa bantu saya membuatkan KTKLN dalam waktu lima menit ya?”

Dia terdiam ketika itu, tidak tahu tentang arti kediamannya. Marah atau apa entahlah.

Mengingat waktu yang semakin berlari menjauh.Saya kemabli ke tempat check in, untuk mencoba bertanya. Berharap ada Malaikat mencarikan solusi kepada saya. Dan akhirnya mereka memberi jawaban yang agak melonggarkan ketegangan di hati saya. Mereka bilang, simpan saja kontrak kerja mbaknya, dan jika ditanya jangan bilang mbk adalah TKW tetapi bilang saja mau main di Hong Kong.

Kembali saya dengan cepat dan di barisan antrian petugas Imigrasi. Hati saya balut dengan dzikir yang tak henti-hentinya. Berharap Allah memberi kemudahan agar saya bisa lolos dengan selamat dari petugas Imigarasi. Sementara di dalam sana, pemandu pesawat Cathay Pasific sudah memberikan arahan tinggal beberapa menit lagi. Basah kuyup keringat saya ketika itu, tidak terbayangkan apa yang akan terjadi dengan kehidupan saya jika tidak bisa kembali ke Hong Kong ketika itu juga.

Paspor paling baru saya serahkan di antara tiga Paspor yang saya pegang, tanpa kontrak kerja saya lampirkan ,dia menatap wajah saya, dan bertanya:

Imigration: “Memang mau ke mana mbak?”

Saya: “Ke Hong Kong Pak.”

Imigration: “ Dalam rangka apa mbak?”

Saya: “Main Pak.”

Imigration: “Mau main ke mana mbak?”

Saya: “ Disney Land, Patung Budha dll Pak.”

Imigration: “ Kalau mau main kenapa cop visanya di Hong Kong mbak?”

Waduh...mati aku, seperti terjebak oleh gali kuburan sendiri. Saya terperangkap dengan uncalan pertanyaanyan yang mereka lontarkan.

Dengan sigap saya segera mengambil selembar kertas undangan dari Kantor Dompet Dhuafa Jakarta, yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh General Manger Dompet Dhuafa Association Ltd. Di mana dalam surat tersebut, saya ada tugas dan keperluan sebagai tamu undangan dari Dompet Dhuafa Hong Kong untuk menghadiri aktivitas dan acara di kantor Dompet Dhuafa Jakarta.

Selama ini kegiatan liburan, saya gunakan untuk ikut aktif di Lembaga kemanusiaan yang terdaftar di pemerintahan Hong kong, dan Departemen Agama RI, bergerak dalam bidang keagamaan, pemberdayaan dan kemandirian para pekerja migrant di Hong Kong.

Setelah mereka melihat selembat surat yang saya serahkan, mereka bertanya lagi. Adakah saya mempunyai kartu kerja atau lainnya yang menyatakan saya memang bekerja di situ, dan bukan sebagi seoarang TKW?

Astagfirullah......nafas saya kembali tersenggal. Seakan sesak oleh ulah mereka. Saya kembali mengeluarkan ID Card Hong Kong. Dengan perasaan pasrah saya berdoa, jika memang saya tidak bisa berangkat sudah nasib saya berhenti saat itu juga. Karena feeling saya, petugas imigrasi pasti bisa membedakan mana ID Card milik TKW dan ID Card buat pengguna publik lainnya. Tetapi akhirnya, perasaan lega dapat saya rasakan ketika mendengar cop stempel mereka terdengar memecahkan ketegangan di antara hentakan tangan, berbenturan dengan meja kayu yang mengkilat.

Alhamdulillah, akhirnya setelah melewati ketegangan tersebut saya bisa juga lolos dari jeratan mereka. Masing-masing orang yang telah mudik mempunyai pengalaman berbeda terkait pajak bea masuk dan KTKLN. Ada yang mulus-mulus saja alias lancar, ada yg diperas disuruh mbayar, ada yang tidak jadi balik Hong kong, ada pula yang lebih memilih tidak pulang karena ketakutannya. Apapun itu kawan, saran saya jangan bawa pulang barang berlebihan dan uruslah KTKLN sendiri. Meski itu mengurangi jatah cuti kita tetapi itu jauh lebih baik daripada memberi makan pada anthek-anthek pemerintah.

Melalui postingan ala curhatan ini, saya juga mengutip sebuah pernyataan dari sahabat saya melalui facebooknya ( Susie Utomo): Kepada Yth. Seluruh Perwakilan Pemerintah RI di Luar Negeri Yth. Bapak Jumhur Hidayat Assalamu’alaikum wr.wb Melalui surat terbuka ini, saya memohon agar seluruh kantor perwakilan pemerintah RI di luar negeri tidak mau ditunjuk sebagai pos pembuatan KTKLN. Alasannya ; 1. Hanya akan menambah urusan/pekerjaan, TANPA manfaat apa pun bagi BMI 2. Akan jadi peluang besar agen nakal (di negara penempatan) untuk mengutip pungutan liar dengan dalih KTKLN. Bila BNP2TKI ingin memudahkan/melindungi BMI, sebaiknya pusatkan pos pembuatan KTKLN hanya di BANDARA saja, ketika TKILN memegang paspor/visa kerja, kontrak kerja, dan dokumen penting yang jauh lebih akurat daripada selembar surat rekomendasi dari PJTKI. Hapus biaya asuransi dan biaya perlindungan, GRATIS TIS pokoknya… Setelah sampai di negara penempatan saja, KJRI menggunakan KTKLN untuk keperluan update data bila BMI yang bersangkutan ikut Wellcoming Program atau pindah majikan, atau bermasalah. Tutup saja pelayanan KTKLN di kantor perwakilan BNP2TKI yang telah ditunjuk untuk mengeluarkan KTKLN selama ini, karena di sana juga jadi lahan subur pungutan liar, terutama disebabkan oleh syarat harus ada surat rekomendasi dari PJTKI. Demikian permohonan ini, insya Allah akan sangat banyak mengurangi beban kerja Anda, memangkas anggaran belanja negara, dan sedikit mengurangi beban TKILN yang sudah bayar potongan 7-18 bulan gaji untuk bisa kerja selama 24 bulan, dan harus bayar potongan 3-5 bulan gaji lagi untuk 24 bulan berikutnya. Wassalamu’alaikum wr.wb. Causeway Bay, Salam hormat, TKILN Hong Kong Maaf untuk Postingan saya yang agak lambat. Postingan ini melengkapi permintaan postingan sebelumnya, sahabat saya Fera Nuarini yang kemaren sempat heboh di copas oleh oknum tak terpercaya hehehe:D Kami tidak butuh layanan kemudahan dengan janji HP gratisan tanpa realisasi yang sempat digembar-gemborkan  dari pemerintah Pak, tapi kami hanya butuh pelayanan yang layak, tidak seperti lintah darat oleh bangsa kami sendiri. Mau di bawa ke mana Negara ini Pak….., jika mayoritas orang yang duduk di pemerintahan matanya IJO melihat uang!!!! salam kompasiana HK100511




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline