Lihat ke Halaman Asli

Angka 4 dalam Letusan “Perjanjian Batu Tulis” dan Patahnya Somasi Kompasiana

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Angka 4 dalam letusan “perjanjian batu tulis” dan patahnya somasi Kompasiana

Ane ucapkan trimakasih pada Kompasiana yang telah menyediakan kemudahan dengan mencatatkan akun baru ane, setelah akun lama ane yang tersimpan rapi di server data Kompasiana dilakukan pembredelan dalam kategori “account suspended” (klik disini).

Anhus Anhas Anhis
Terdaftar sejak: 19 Juli 2012
Kompasianer sejak: 22 February 2013
Login Terakhir: Senin, 24 Maret 2014 16:15 WIB

Letusan “perjanjian batu tulis”

Tanggal 14 Maret 2014 menjadi tanggal fenomenal dalam percaturan politik Indonesia saat ini, karena di tanggal yang mengandung angka 4 tersebut terjadi kegiatan yang unik yang dilakukan oleh PDIP sebagai partai peserta pemilu 2014 pengusung identitas nomor urut 4 ini. Kenapa unik ? karena telah dilakukannya siaran pers pencapresan Jokowi sebagai capres PDIP 2014. Dan, imbas dahsyatnya seluruh mata dan telinga politik tertuju dan fokus pada berita ini, termasuk juga mampu mengubah peta dan kiblat kompas dunia politik Indonesia terkini.

PDIP dan Gerindra yang selama pilgub DKI menjadi sekutu tiba-tiba berubah total pecah kongsi, dimana hawa ‘mental & aura’ saat ini telah menyuguhkan PDIP menjadi musuh bebuyutan Gerindra, belum lagi ditambah ‘syahwat’ permusuhan partai-partai lain seperti PD dan PKS yang lebih duluan secara masif telah menjadikan Jokowi (PDIP) musuh kelas wahidnya. Wes talah, pokoke…. HEBATTT…. SERUUU…. MENARIKKK….

Lantas apa indikasi-indikasi kalau partai-partai ini menjadikan PDIP (Jokowi) musuh bebuyutan ?

Masyarakat kita hampir kebanyakan dapat digolongkan sebagai masyarakat pasif politik, karena rata-rata hampir tidak perduli dengan ocehan-ocehan dan jungkir-balik kelakuan politisi-politisi yang kebanyakan dianggapnya ‘negatif’ didalam tingkah aksi dan tutur katanya.

Namun kategori masyarakat pasif bukan lah berarti tidak mendengar atau “budheq” dan juga bukan berarti tidak melihat atau ‘piceuk’ (ma’af) dengan perkembangan hawa panas politik saat ini.

Kutipan-kutipan dari beberapa media, tentang suguhan-suguhan pernyataan maupun pidato kampanye politisi dan mantan politisi seperti berikut ini memberikan gambarannya;

---

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline