Oleh: Ki Suki - No 52
Surat itu aku pegang erat-erat. Ada kebahagiaan dan kegelisahan bercampur menjadi satu. Kebahagiaan karena surat ini adalah surat pemberitahuan bahwa aku diterima menjadi salah seorang kameraman dalam ekspedisi ke Tual. Namun ini juga yang menjadikan aku gelisah, karena tidak mudah mendapatkan ijin dari nenekku. Ya! Aku hidup bersama nenekku karena ayah dan ibuku sudah meninggal saat aku masih kecil. Hanya nenek yang menjadi keluargaku satu-satunya.
------
"Tika, kamu ini perempuan. Apa pantas kamu membawa kamera besar-besar di daerah-daerah yang kamu sendiri tidak kenal."
Kalimat itu selalu terngiang kembali. Setiap aku berangkat membawa kameraku, nenek selalu berkata demikian.
Dalam pikiran nenek yang terlahir sebagai wanita Jawa yang kental dengan budaya tradisional Jawa, wanita itu harus terlihat anggun. Anggun tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam bersikap dan bekerja. Itu sebabnya pekerjaan seorang fotografer dianggap aneh oleh nenek.
Di lain pihak, aku sudah terlanjur cinta dengan pekerjaan yang menggunakan kamera. Bagiku memotret adalah pekerjaan yang mampu melambungkan imajinasiku. Proses untuk menghasilkan foto melalui kamera menjadikan darahku lancar mengalir.
Kali ini aku harus memberanikan diri untuk memberitahu pada nenek tentang kesempatan yang sangat bagus ini. Menjadi salah satu kameraman dari banyak teman-teman fotografer yang selama ini hanya aku kenal namanya dan karyanya yang luar biasa merupakan hal yang membanggakan. Terlebih lagi expedisi ini mempunyai tujuan untuk mengungkap budaya setempat. Aku harus berangkat!
------
"Apa!!! Tual? Tual itu daerah mana? Maluku?"
Nenek benar-benar terkejut mendengarkan penjelasanku.