Lihat ke Halaman Asli

Ki Suki

TERVERIFIKASI

Seorang yang suka menulis dan menggambar.

Ki Banyu Aji: Sang Guru (1)

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13883997001740434202

(Sambungan cerita yang lalu) “Tidak ada ilmu yang lebih tinggi dari ilmu yang lainnya. Jangan pernah dibandingkan. Kalau bisa, gabungkan dan rasakan manfaatnya.” Ki Bahuwirya, Ki Gumelar dan Ki Kendil saling pandang. Mereka tidak mengerti apa maksud ucapan Ki Banyu Aji. Kalau memang tidak ada ilmu yang lebih tinggi, lah kok ada menang dan kalah seperti Ki Banyu Aji mengalahkan Ki Jembrana, Pendeta Seribu Dewa yang sangat hebat itu. Kalau menggabungkan, apa yang mungkin, bukankah ilmu silat itu unik dan sesuai dengan siapa yang memakainya. "Coba Ki Bahuwirya, serang aku dan keluarkan ilmu gelombang seribu badai. Aku akan bertahan dengan ilmu pukulan gelombang air sampai 10 jurus. Jangan khawatir, kerahkan semuanya dan aku yakin bila tidak ada maksud menyakiti maka itu yang akan terjadi." Ki Bahuwirya yang penasaran, segera maju. Dia pasang kuda-kuda. Dia mengeluarkan ilmu gelombang seribu badai yang menjadi andalannya. Kini dia tidak khawatir karena dia merasa lawannya sedang mengajarinya. "Tunggu Ki Bahuwirya! Coba tangan kananmu mundur lima jari dalam memegang tombak." Ki Bahuwirya mengikuti perintah Ki Banyu Aji. Dia kemudian menyerang. Serangannya dahsyat. Mata tombak tiba-tiba berubah menjadi ribuan air hujan badai yang menyerbu ke arah lawannya. Anginnya terasa sampai kemana-mana. Sepertinya tidak ada ruang bagi lawan untuk bergerak. Semua serangan mengarah ke titik-titik lemah dari lawan. Namun Ki Banyu Aji melawannya dengan ilmu pukulan gelombang air yang tadi sudah terbukti bisa mengalahkan ilmu setan dari Ki Jembrana. Suara beradunya tombak dan kipas mengeluarkan suara berdetak. Ki Bahuwirya merasa ada hawa dingin menyerangnya saat tombaknya bertemu dengan kipas. Namun itu justru menambah kekuatan dan kecepatan gerakan ilmu tombaknya. Hal lain yang dirasakannya adalah setelah dia mengikuti saran Ki Banyu Aji, tombaknya menjadi semakin mudah dikendalikan sesuai kehendak hatinya. Tak terasa 10 jurus berlalu. Ki Bahuwirya dan Ki Banyu Aji sama-sama menghentikan pertarungan. "Hebat Ki Bahuwirya! Kalau kau latih ilmumu ini dengan tekun sambil kau dalami tenaga air yang dingin, maka dalam beberapa tahun ke depan, ilmumu tidak akan kalah dengan ilmu gelombang airku." Kata Ki Banyu Aji. "Terima kasih Ki Banyu Aji. Petunjukmu cara memegang tombak ternyata mampu membuat ilmuku meningkat dalam sekejap. Terima kasih atas petunjukmu." Ki Bahuwirya membungkukkan badan sejenak, lalu dengan gagah memegang tombaknya. Dia merasa sangat gembira dengan kemajuan yang dia rasakan ini. Luka di bahu kanannya seakan tidak terasa lagi tertutupi rasa gembira yang luar biasa. ----- "Ki Banyu Aji, bolehkah aku mohon petunjukmu?" Ki Gumelar maju. Dia sudah memegang goloknya yang dari tadi sudah siap. Dia merasa ilmunya tidak berbeda jauh dengan Ki Bahuwirya, meskipun selama ini dengan ilmu golok apinya dia sulit sekali dikalahkan. "Ki Gumelar, silahkan. Ilmu golok apimu sangat tangguh. Aku juga ingin tahu." Ki Gumelar menyerang dengan goloknya. Serangannya sangat cepat. Ilmu golok api ini mempunyai sifat yang hampir sama dengan ilmu cakar milik Ki Jembrana, sama-sama panas dan tajam. Hanya saja rasa panas yang ditimbulkan oleh ilmu golok ini lebih murni dan tidak berhawa membunuh hanya menaklukkan. Bila lawan tidak berhati-hati, tentu nyawa juga akan melayang. Ki Banyu Aji tetap menggunakan ilmu gelombang air. Gerakan dasarnya sama, namun kali ini agak lebih pelan. Beradunya golok dan kipas mengeluarkan suara berdetak, juga beradunya hawa panas dan hawa dingin. Ki Gumelar merasa tangannya dingin saat goloknya beradu dengan kipas Ki Banyu Aji. Dia mengerti kalau Ki Banyu Aji menggunakan tenaga yang bersifat dingin dan mengalirkannya di balik pukulan gelombang air. Sama dengan apa yang dia lakukan saat menggunakan goloknya. Tak terasa 10 jurus berlalu. Mereka menghentikan pertarungan. "Ki Gumelar, coba tiga jurus lagi ya. Kalau tadi setiap kau menggoyangkan golok kau juga mengeluarkan nafas. Coba kali ini kau lakukan dua atau tiga gerakan golok baru mengeluarkan nafas. Bagaimana?" Ki Gumelar mengangguk. Dia tidak tahu apa maksud dari Ki Banyu Aji. Apakah mengeluarkan nafas baru setelah dua atau tiga tebasan, karena memang selama ini dia bernafas dalam setiap gerakan golok. Tapi dia ingin mencobanya. Ki Gumelar menyerang kembali. Dia melakukan apa yang disarankan. Dan hasilnya sungguh di luar perkiraannya. Dia merasa gerakan goloknya menjadi lebih ringan dan cepat, dan juga tenaga panas yang dihasilkan menjadi lebih besar. Hatinya gembira. Memang dua-tiga jurus tidak akan ada artinya bagi Ki Banyu Aji, tetapi bagi Ki Gumelar ini merupakan hal yang sangat menggembirakan. "Hebat Ki Gumelar! Kau latih dengan tekun. Ohya, untuk lebih meningkatkan tenaga panasmu, cobalah kau sering-sering puasa dan berlatih di udara panas dan dingin bergantian. Beberapa tahun ke depan, kau akan mampu menjadi tokoh penting di barat. Aku salut dengan sepak terjangmu yang selalu berada dalam kebaikan. Di balik ilmu olokmu, aku juga mendengar engkau orang yang sangat dermawan dan dicintai oleh murid-muridmu dan orang-orang di sekitarmu." "Terima kasih Ki Banyu Aji. Sungguh hari ini aku beruntung bertemu denganmu." Ki Gumelar tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. (Bersambung) ------- Cerita sebelumnya: Pukulan Gelombang Air Ditulis oleh Ki Suki

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline