Dari cerita sebelumnya Konspirasi Tingkat Tinggi (2)
Pertarungan semakin sengit. Dua tokoh persilatan dari Timur dan Selatan, Ki Bahuwirya dan Ki Kendil, melawan dua pendeta yang disebut dengan Pendeta nomor 2 dan Pendeta nomor 5. Ki Kendil melawan Pendeta nomor 5. Ki Bahuwirya melawan Pendeta nomor 2.
Pendeta nomor 5 sudah memegang cakar mautnya. Begitu juga dengan Ki Kendil yang memegang tongkat bambu pendeknya. Jarang sekali Ki Kendil mengeluarkan senjata ini, karena kabarnya bila senjata ini keluar maka akan ada yang terbunuh. Tongkat bambu pendek itu mempunyai gerakan yang istimewa dan setiap Ki Kendil mengeluarkan senjata ini, bisa dipastikan lawannya akan meregang nyawa tanpa tahu bagaimana tongkat bambu ini mengenai tubuhnya.
Namun kali ini lawan Ki Kendil bukan orang sembarangan, bahkan ilmunya bisa dikatakan luar biasa. Ilmu cakar yang sangat ganas. Ki Kendil juga sempat merasakannya dan hampir dikalahkan. Gerakan 8 buah cakar terbang yang datang dari segala arah bisa dipastikan akan membuat musuhnya kewalahan bahkan tidak sulit untuk dibunuh. Terlebih lagi cakar-cakar itu mempunyai hawa panas yang bisa membakar sampai tulang. Ini sebuah pertarungan hidup mati.
"Cebol Gundul! Inilah hari kematianmu! Terimalah Cakar Maut Perogoh Nyawa!"
Pendeta nomor 5 menyerang dengan hebat. 8 buah cakar yang berwarna merah kehitaman meraung-raung mengepung Ki Kendil seolah-olah siap mencabik-cabik tubuh Ki Kendil. Ki Kendil mengerahkan ilmu peringan tubuhnya yang luar biasa untuk menghindari cakar-cakar setan itu. Kali ini gerakannya seperti gerakan kapas yang diterbangkan oleh angin. Entah bagaimana caranya, tubuh Ki Kendil melayang-layang seperti kapas,. Hal ini membuat setiap angin yang keluar dari gerakan cakar justru menjauhkan tubuh Ki Kendil dari cakar-cakar itu.
Hal ini membuat Pendeta nomor 5 terkejut. Dia tidak menyangka musuhnya yang bertubuh kerdil, bulat dan gendut ternyata bisa menggunakan ilmu peringan tubuh yang membuat cakar-cakarnya selalu menyerang ke ruang kosong.
"Cebol gendut! Jangan cuma bisa menghindar!" Pendeta nomor 5 penasaran dan marah melihat semua jurus dan gerakannya sia-sia melawan ilmu Ki Kendil yang luar biasa. Dia segera mengerahkan tenaga Api Neraka untuk membuat cakar-cakarnya terbakar. Benar saja! Dalam waktu sekejab cakar-cakar itu seolah-oleh terbakar dan hawa panas segera menyelimuti udara di sekitarnya.
Hawa panas itu menyerang tubuh Ki Kendil. Seandainya ini terjadi beberapa waktu yang lalu, mungkin Ki Kendil sudah ngos-ngosan melawan udara panas ini. Namun saat ini Ki Kendil sudah menguasai ilmu tenaga dingin yang dia gembleng di gua air terjun di daerah Selatan. Hawa panas itu bertemu dengan tenaga dingin yang memancar dari setiap nadi Ki Kendil.
Kembali lagi ilmu cakar yang dikerahkan oleh Pendeta nomor 5 sia-sia. Hal ini membuat Pendeta nomor 5 semakin marah. Dia sudah mengeluarkan ilmu terhebatnya namun tetap tidak membawa hasil. Dia tidak menyangka kalau lawannya mempunyai ilmu yang luar biasa. Mungkin dia lupa kalau Ki Kendil adalah salah satu tokoh dari ahli silat empat mata angin. Atau mungkin dia terlalu meremehkan musuh.