Rudi Soedjarwo, seorang sutradara yang lahir di Bogor, Jawa Barat pada 9 November 1971 ini ternyata merupakan alumni SMA Kolese Gonzaga. Saya, sebagai murid SMA Kolese Gonzaga dengan bangga datang ke kantor Om Rudi untuk berbincang. Mungkin banyak orang mengira bahwa seorang sutradara terkenal yang telah membangkitkan kembali dunia perfilman Indonesia yang sebelumnya jatuh, tidak akan bersedia untuk memberikan waktunya hanya untuk anak SMA. Tetapi ternyata Om Rudi berbeda. Ia merupakan sesosok orang yang ramah, friendly, seru dan menarik. Selain merupakan sutradara terkenal, Rudi Soedjawo juga merupakan alumni SMA Kolese Gonzaga yang dulunya masuk dalam angkatan pertama. Kata om Rudi, satu kata yang dapat memberikan gambaran tentang masa SMA-nya hanyalah "Seru!". Pada masa SMA om Rudi, Kolese ini masih bernama "Kanisius unit Selatan" sehingga murid-murid angkatan pertama juga diberi MOS oleh kakak-kakak kelas dari SMA Kolese Kanisius yang terletak di Jl. Menteng Raya. Dalam angkatan 1, banyak murid-murid yang berbadan besar dan tinggi-tinggi. Untuk sekarang, memang masih ada murid yang mencerminkan sosok Gonzaga seperti dulu, hanya tidak sebanyak yang lalu-lalu. Di zaman angkatan 1 ada, kira-kira pada tahun 1987, hanya terdapat murid laki-laki dan belum terdapat murid perempuan. Mereka semua dulu diperbolehkan gondrong, kecuali om Rudi sendiri. Mungkin karena permintaan orang tua, katanya. Sangat banyak pengalaman yang diceritakan om Rudi tentang masa-masa di SMA-nya. Mereka juga menjadi penguasa sekolah disaat itu karena dalam satu sekolah hanya ada mereka dan belum memiliki kakak kelas. Di angkatan pertama, mereka mendapat kepala sekolah yang juga pendiri SMA Kolese Gonzaga, yaitu Pater Drost. Bagi murid-murid sekarang, Pater Drost merupakan tokoh bersejarah yang merupakan pendiri SMA mereka. Sedangkan, bagi om Rudi, Pater drost merupakan sosok bijaksana, pemberi kebebasan kepada murid, dan hadir di dalam kehidupan mereka sehari-hari, yang sekarang dipelajari oleh para murid penerus Gonzaga. Acara yang dibuat oleh angkatan pertama hanyalah acara sederhana dan belum sebesar sekarang. Mereka membuat acara "Air Putih" kecil-kecilan hanya untuk mendapat secuil kebahagiaan yang berbeda sebagai pengalaman mereka. Setelah lulus dari SMA Gonzaga, om Rudi melanjutkan kuliahnya di San Diego State University, di bidang manajemen. Karena masih ingin 'bermain-main' di Amerika, ia memutuskan untuk mengambil sekolah di Academy of Arts College San Francisco. Hal ini merupakan awal mula dari karirnya sebagai sutradara. Ke-'iseng'annya ternyata membuahkan hasil yang besar sampai sekarang. Sesampai di Jakarta, ia berhasil membuat beberapa film yang melonjak. Pada sekitar tahun 2002, ia meluncurkan film remaja berjudul "Ada Apa Dengan Cinta?" yang telah menduduki berbagai bioskop di asia yang pasti telah anda ketahui. Film ini merupakan film remaja pertama yang ada di Indonesia, sekaligus 'menggebrak' dunia perfilman Indonesia. Dalam film yang diperankan oleh Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra sebagai pemeran utamanya, film ini juga diperankan oleh alumni (yang pada pembuatan film ini masih menjadi 'siswa') SMA Kolese Gonzaga, yaitu Dennis Adhiswara sebagai Mamet. Om Rudi menyatakan, memang sulit mencari pemeran yang 'pas' untuk film ini. Bahkan, pemeran Rangga baru ditemukan sekitar 1 tahun, dan pemeran Cinta ditemukan di akhir pencarian tokoh. Hal yang lebih membanggakan, Om Rudi ternyata juga tidak lupa daratan alias meninggalkan asal usulnya saat sudah berhasil. Om Rudi memilih tempat di Gonzaga sebagai latar pada film remaja perdananya tersebut. Saat ditanya mengapa membuat film di Gonzaga, jawabannya memberi sedikit kesadaran penting tentang sekolah ini. "Bikin AADC di Gonz itu.. karena di dalamnya masih fresh banget. Kan jarang ada sekolah yang bangunan tua nya masih dipertahankan, dan isinya juga lengkap dari ruang kelas, perpustakaan, sampai kantin. Walaupun kami akhirnya membuat kantin sendiri untuk syuting." jawab Om Rudi. Selain itu, syuting di Gonzaga juga menyenangkan karena sudah kenal dengan guru-guru di dalamnya, jadi mendapat izinnya pun tidak sulit, serta para murid Gonzaga yang lainnya juga memberikan suasana yang mendukung tentang pembuatan film ini. Pembuatan film AADC memakan waktu di Gonzaga sekitar 1 minggu. Untuk keseluruhan, syuting film ini memakan waktu 33 hari. Syuting tidak hanya berlangsung pada siang hari, walaupun adegan film ini di Gonzaga hanya ada di siang hari. Pada malam haripun, mereka mengubahnya menjadi siang sehingga dapat lebih fokus dan tidak mengganggu pelajaran yang sedang berlangsung. Dengan waktu yang terbatas, film ini berhasil merebut cukup banyak Piala Citra serta nominasi di dalamnya. Film ini juga berhasil memperoleh 2 setengah juta penonton dalam beberapa saat, dan pastinya sudah lebih dari 2 setengah juta penonton yang melihat melalui media seperti youtube atau VCD. "Semua usaha kami terbayar sekali dengan reaksi penonton. Perjuangan kami sangat melelahkan tetapi menyenangkan, semua tidak bisa dinilai dengan uang, karena kami melakukan semua ini dengan passion. Udah gak kayak kerja." kata om Rudi. Sedikit bocoran untuk film selanjutnya, Rudi Soedjarwo dan tim akan meluncurkan film terbarunya yang berjudul "Pasukan Kapiten". Yang mengagumkan dari film ini yaitu kisahnya yang unik mengenai penggabungan antara kakek-kakek dengan anak kecil berumur 10 tahun. Hebatnya, Investor dari film ini juga mengatakan bahwa tujuannya membuat film ini adalah sebagai kado ulangtahun untuk bapaknya. Om Rudi juga cukup cerdas dalam pencarian pemeran di dalam film ini. Ia membuka lahan bagi siapapun untuk ikut casting dan beraksi. Hitung-hitung untuk belajar akting katanya. Peserta yang ingin mengikuti casting dan belajar akting dapat mengupload videonya di www.giliranmukeloe.com dan akan diberi komentar langsung oleh Rudi Soedjarwo. Meurut om Rudi, membuat film adalah media komuniasi untuk menyampaikan berbagai hal. Semua komponen juga terdapat di dalamnya, seperti teamwork, me-manage waktu, serta memimpin sesuatu. Untuk membuat film juga harus kreatif dan berusaha maksimal. Jangan hanya berfikir hal sulitnya, tetapi jalanilah semua dengan hati, maka hal tersebut tidak akan menjadi beban. Di akhir perbincangan, om Rudi juga memberikan sedikit saran bagi siswa-siswi yang masih berjuang untuk masa depannya, "Kalo kamu tau apa yang kamu suka, tekunilah." kata om Rudi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H