Lihat ke Halaman Asli

Malam Mawaddah

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Wangi apakah berhembus di kelambu? Semerbakkenangan yang telah purba. Malam pertama, melati bersemi malu-malu, kupeluk dengan haru: isteriku, biar kubuka dadamu, aku rindu tulang rusukku.

Kita bangun istana dengan sejuta canda dan cumbu yang tak kenal lelah. Taman-taman tercipta di bawah pipimu yang merah. Keringat menderas bergelak bagai sungai-sungai lembah, lengan-lengan kita seperti jembatan yang merenda waktu menjadi rangkaian madah. Nafas kita memenuhi kamar lalu  mengembun di kaca jendela. Tiba-tiba menjadi gerimis melukis bianglala.

Kita melewatinya, menciptakan panorama. Tak pernah ada negeri lebih mengesan untuk dikenang, selain yang kita lewati bersama. Selain yang kita bangun bersama: apa pun namanya, ia adalah nirwana. Tempat paling sakinah di alam semesta, apa pun namanya, bersyukur kita penghuninya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline