Indonesia adalah salah satu negara dengan mayoritas penduduk beragama muslim. Menurut penelitian hampir 87 % dari seluruh jumlah populasi penduduk Indonesia beragama islam. Oleh karena itu, Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk muslim terbesar. Berdasarkan data Kementrian Dalam Negri (Kemendagri), jumlah penduduk muslim di Indonesia sebanyak 237,53 juta jiwa per 31 Desember 2021. Dan jumlah itu setara dengan 86,9 % dari popolasi di tanah air yang mencapai 237,32 juta jiwa.
Kemudian penduduk Indonesia yang beragama Hindu dan Budha masing- masing sebanyak 4,67 juta jiwa (1,71%) dan 2,03 juta jiwa (0,74%) penduduk yang memeluk agama konghucu sebanyak 73.653 jiwa. Sementara ada 126.515 penduduk Indonesia yang menganut aliran kepercayaan. Proporsinya hanya 0,05% dari total penduduk Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Namun hal tersebut tidak menjadikan Indonesia sebagai negara khilafah. Indonesia tetaplah bangsa yang bangga dengan keragamannya. Bangsa yang selalu menghargai tiap-tiap perbedaan yang ada didalamnya, hal ini sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Perbedaan bukan lah menjadi pemecah melainkan menjadi pemersatu.
Dengan jumlah penduduk yang besar tersebut tidak salah jika di Indonesia banyak terdapat pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan hingga pelosok-pelosok Indonesia. Pesantrena adalah lembaga pendidikan tradisional islam, tempat para santri belajar agama islam dan mengimplementasikan ajaran islam dalam kehidupan sehari hari. secara garis besar di Indonesia sendiri ada 3 tipe pesantren, yaitu pesantren salafiyah, pesantren khalafiyah (ashriyah) dan pesantren kombinasi.
Pesantren salafiyah adalah pesantren yang menyelenggarkan pendidikan berdasarkan kitab-kitab klasik atau kitab-kitab kuning yang disusun para ulama salaf dan para kyai sebagai figur sentral. Dalam pesantren ini tidak menyelenggarakan pendidikan formal bagi para santrinya. Hal ini berbeda dengan pesantren khalafiyah (modern), dalam pesantren ini menyelenggarakan pendidikan dengan pengelolaan manajenem modern. Pusat pendidikan tidak terpusat pada seorang kyai, namun lebih pada sistem dalam bentuk kurikulum dan administrasi pendidikan formal.
Tentunya pesantren ini juga menyelenggarakan pendidikan formal bagi para santrinya. Dan yang terakhir adalah pesantren tipe kombinasi, sesuai dengan namanya yaitu dalam pesantren ini menyelenggarakan pengajaran kitab klasik dengan kyai sebagai figur sentral tetapi juga menyediakan lembaga formal bagi para santrinya seperti SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA atau bentuk pendidikan formal lainnya.
Terlepas dari apapun tipe atau jenis pesantren, seorang yang belajar didalamnya tetaplah disebut sebagai santri. Saat ini menurut data di Kementrian Agama jumlah santri yang ada di Indonesia adalah sejumlah 4,7 juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa pondok pesantren memiliki kontribusi dalam mencerdaskan generasi bangsa, serta mencetak generasi-generasi emas di Indonesia.
Peran santri sangat besar dalam menjaga keutuhan serta kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), baik di era perjuangan maupun era milenial. Para santri juga berpera dan turut andil dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu contoh peran santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia adalah pada tanggal 22 Oktober 1945 bertempat di Surabaya, K.H. Ansyari mengeluarkan fatwa mengenai resolusi jihad atas permintaan Presiden Soekarno yang kala itu sedang mengalami keresahan karena mengadapi agresi militer Belanda dan tentara sekutu.
Resolusi jihad itu keluar karena keresahan yang dirasakan para kyai dan santri mengenai penajajahan Belanda dab tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administrasion) yang ingin menjajah Indonesia kembali, setelah kemerdekaan bagsa Indonesia. Dalam fatwa jihad tersebut K.H Hasyim Asyari mengatakan bahwa membela tanah air dan melawan penajajah hukumnya adalah fardu 'ain, dan umat yang meninggal dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut adalah mati syahid. Santri yang mengikuti fatwa ini berasal dari daerah Madura, Surabaya, Sidoarjo, Jombang dan lainnya. Mereka yakin sepenuh hati untuk melawan pasukan Belanda dan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang berjumlah ribuan.
Pertempuran dimulai pada tanggal 26 Oktober di Surabaya, para santri dan masyarakat Surabaya memulai perlawanan dengan senjata seadanya namun dengan semangat dan tekad yang sangat menggebu-gebu. Karena mereka yakin dapat mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam peperangan ini banyak strategi yang dilakukan oleh para santri, salah satu strategi yang dinilai bagus dan berani yaitu menembak langsung pada Jendral Mallaby yang mengakibatkannya tewas ditempat dan membuat pasukan musuh kebingungan seketika. Seorang yang berhasil menembak Jendral Mallaby bukan berasal dari kalangan tentara maupun pemerintah, melainkan dari kalangan santri.
Para santri berjuang mati-matian untuk melawan pasukan Belanda dan NICA (Netherlands Indies Civil Administrasion) dalam perjuangn ini mereka sudah rela mati dan ikhlas berjuang demi kemerdekaan negara Indonesia. Pada saat itu tak sedikit santri yang gugur berjatuhan. meskipun banyak santri yang menjadi korban dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Perjuangan mereka tidaklah sia-sia. Oleh karena itu sudah sepantasnya jika tanggal 22 Oktober di peringati sebagai Hari Santri Nasional. Agar rakyat dapat mengetahui serta mengenang peran para santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.