Lihat ke Halaman Asli

Anggraini Fadillah

student at riau islamic university | content writer | host podcast

Fenomena Self-Diagnosis: Ketika Media Sosial Menggantikan Peran Psikolog?

Diperbarui: 6 November 2024   07:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Barangkali ini banyak terjadi, di mana orang-orang mulai melakukan diagnosis terkait kejadian, peristiwa atau permasalahan yang dialami oleh dirinya sehingga mengklaim bahwa dirinya itu benar sedang terkena gangguan mental. Ini kerap kali muncul ketika kita berselancar membuka media sosial, banyak bermunculan terkait orang-orang yang mengaitkan kejadian satu dengan kejadian lainnya yang dibentuk dalam sebuah quotes berisi penyimpulan-penyimpulan yang kadang kala membuat orang yang membaca konten tersebut merasa hal itu benar, kemudian mengaitkan kepada dirinya hingga menyimpulkan bahwa itu benar keadaan yang sedang dialami oleh orang tersebut, ketika ia membaca quotes tersebut maka ia menyimpulkan bahwa "oh ternyata saya terkena gangguan mental." 

Kadang-kadang kita tidak bisa membatasi bagaimana orang-orang beropini dan berpendapat terkait dengan sebuah kejadian, permasalahan ataupun sebuah peristiwa. Namun, opini yang disampaikan itu kadang tidak didukung atau didasari dengan sumber atau referensi yang mendukung dan valid terkait hal yang disampaikan kepada publik. Banyak orang akhirnya menyimpulkan hal-hal yang menyimpang terhadap dirinya ketika membaca atau mendengarkan penyampaian opini ataupun quotes-quotes yang beredar yang cukup membuat bingung dan kadang-kadang itu tidak didasari dengan fakta yang ada hingga berujung pada sebuah penyampaian yang hoax.

Tapi, walaupun demikian justru akhirnya banyak para ahli seperti seorang psikolog yang turut meluruskan dan mengklarifikasi terkait hal-hal yang tidak benar dari sebuah penyampaian ataupun quotes-quotes yang disampaikan oleh seorang content creator yang sangat banyak beredar dengan konten-konten yang mirip dan bahkan isinya juga menjurus pada hal-hal yang akhirnya untuk orang-orang awam yang membaca bahkan mendengarkan hal itu jadi menyimpulkan bahwa dirinya mengalami gangguan mental. Tentunya, kita tidak bisa melakukan diagnosis kepada diri sendiri sehingga kita memerlukan bantuan profesional seperti psikolog ataupun psikiater untuk mengetahui keadaan dan situasi terkait permasalahan yang kita hadapi agar kita bisa menangani apa yang kita rasakan dalam perasaan kita itu adalah sebuah hal yang valid dalam dunia medis.

Sehingga, sangat tidak dibenarkan apabila kita melakukan diagnosis terkait permasalahan, peristiwa dan kejadian yang kita alami itu dalam bentuk kesimpulan yang tidak didukung dengan data yang valid, yang hanya kita simpulkan dari penyampaian seorang content creator ataupun quotes yang beredar tanpa kita mengetahui kapasitas dan isi yang disampaikan itu adalah sebuah kebenaran atau tidak. Maka, kita tidak bisa berpatokan bahwa sosial media itu adalah tempat di mana semua hal yang disampaikan itu adalah sebuah informasi yang benar sehingga kita sebagai seorang pengguna dari sosial media itu harus bijak untuk juga memfilter informasi-informasi yang disampaikan sehingga kita tidak hanya mematokkan suatu Informasi yang disampaikan oleh seseorang namun kita juga perlu untuk merujuk bahkan mencari validasi hal yang disampaikan itu dengan rujukan seperti sumber dan referensi yang tepat dari seorang ahli, buku ataupun jurnal.

Oleh karena itu, kita sebagai seseorang yang menggunakan media sosial untuk sebaiknya lebih memahami keadaan dan kondisi dari kesehatan mental kita dengan baik dan bijak sehingga kita tidak mudah terpapar informasi yang belum tentu benar dari konten-konten yang beredar. Yang mana, kita perlu untuk juga mengenali gejala dasar dari permasalahan terhadap keadaan emosional kita namun tidak cepat menyimpulkan bahwa hal-hal yang kita alami itu adalah benar sebuah gangguan mental, yang mana kita perlu untuk membaca informasi dasar terkait gejala umum stress ataupun gangguan mental sebagai informasi untuk kita meningkatkan literasi kesehatan mental diri sendiri. Sehingga, gejala yang kita rasakan itu di beberapa kondisi bisa menjadi interpretasi yang lebih akurat ketika kita mendatangi seorang ahli sehingga hal itu sebagai bentuk bagian alami dari kehidupan sehari-hari kita yang nantinya bisa kita konsultasikan kepada psikiater atau psikolog. 

Sebagai manusia sebenarnya stress ataupun kesedihan itu adalah sebuah hal yang wajar dan biasa sehingga ketika keadaan kita sudah mulai tenang setelah kejadian yang kita alami, maka perasaan dan keadaan emosional kita itu tidak akan terus-menerus muncul, namun apabila akhirnya kejadian atau permasalahan itu membuat kita sulit untuk menjalani aktivitas sehari-hari sehingga sangat mengganggu interaksi dan hubungan kita terhadap diri sendiri dan orang lain, maka itu juga menjadi pertanda bahwa kita butuh untuk menangani kesehatan mental kita dengan mencari bantuan profesional.

Lalu, sangat tidak dibenarkan dan dianjurkan pada akhirnya kita melakukan diagnosis melalui platform media sosial yang banyak sekali menampilkan cerita pengalaman pribadi seseorang, yang menurut mereka dapat membangun kesadaran, akan tetapi hal itu jadinya menyesatkan orang lain sebagai bentuk orang-orang untuk menjadikan hal itu diagnosis terhadap dirinya sendiri. Sehingga, alangkah baiknya kita melakukan evaluasi terhadap perasaan diri sendiri dan mengenali pola emosional yang terjadi, apakah di tahap masih wajar ataupun sudah ekstrem sehingga jika diperlukan terkait perubahan pola emosional yang terjadi dalam diri sendiri itu tidak kunjung ada perubahan maka langkah untuk mencari bantuan profesional kepada psikolog atau psikiater menjadi hal yang perlu dilakukan sebagai langkah yang tepat agar seseorang yang lebih ahli dapat melakukan metode yang lebih teruji untuk membantu kita memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam diri sendiri. 

Sehingga, apabila kita asal-asalan mengambil diagnosis terhadap diri sendiri itu justru akan membuat kita mengambil langkah yang salah dan tidak dibenarkan. Barangkali, tentu hal-hal yang telah saya sampaikan ini dapat menjadi langkah-langkah untuk kita semua membantu memahami diri sendiri secara lebih bijak dan baik sehingga konteks menjaga kesehatan mental secara menyeluruh apabila tidak didasari oleh sebuah pengetahuan dan penanganan yang tepat oleh seorang psikolog atau psikiater maka sangat salah bila kita melakukan diagnosis seorang diri melalui patokan dari media sosial yang belum tentu akurat kebenarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline