Lihat ke Halaman Asli

Anggraini Fadillah

student at riau islamic university | content writer | host podcast

Perspektif dan Dampak Bahaya Budaya Patriarki Terhadap Perempuan di Dalam Rumah Tangga

Diperbarui: 30 Juli 2024   22:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Budaya patriarki menjadi perbincangan hangat yang perlu kita bahas. Hal ini menarik karena budaya patriarki kerap kali diasumsikan sebagai penolakan dari kaum perempuan terkait dengan standar sosial yang penuh tekanan dan beban yang berat sebagai perempuan namun juga menjadi beberapa hal yang dianggap normal dalam masyarakat karena hal ini telah terjadi secara turun temurun dan inilah yang menjadi perdebatan, karena hari ini banyak perempuan yang menentang budaya patriarki yang dianggap tidak membuat perempuan setara dengan mendapatkan hak dan kedudukannya.

Tentunya, budaya patriarki ini menggambarkan adanya perbedaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang dalam hal ini, laki-laki dianggap sebagai seseorang yang harus dan lebih diutamakan baik dalam kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Pada zaman dahulu, perempuan lebih banyak tidak bersuara tentang hak dan kedudukannya, maka sebaliknya, hari ini banyak perempuan yang semakin menggaungkan dan bersuara, terkait dengan hal-hal yang tidak lagi relevan dengan mereka sebagai perempuan, yang akhirnya membuat perempuan tersebut menjadi seseorang yang dilabeli buruk dan dicap negatif oleh masyarakat sekitarnya.

Namun, memang budaya patriarki dianggap oleh beberapa kaum laki-laki sebagai hal yang normal dan sah-sah saja, yang akhirnya budaya patriarki ini menjadikan perempuan tidak punya ruang untuk berekspresi sebagai sosok manusia yang ingin juga merealisasikan cita-cita ataupun harapan yang ada dalam dirinya. Terutama ketika perempuan memasuki kehidupan dalam berumah tangga. Kemungkinan besar perempuan ketika memasuki kehidupan rumah tangga akan kecil kemungkinan untuk bisa kembali merealisasikan cita-cita dan impiannya karena ruang geraknya tidak segesit dan seluas ketika ia belum berumah tangga.

Menurut saya, budaya patriarki ini pada akhirnya akan banyak merugikan seorang perempuan dalam kehidupan berumah tangga. Kenapa, demikian? Karena, ketika perempuan sudah memasuki fase berumah tangga, mau tidak mau, terpaksa atau tidak terpaksa "perempuan ujung-ujungnya ke dapur" begitu katanya. Ketika berumah tangga seolah-olah perempuan memiliki tuntutan lebih banyak dibanding laki-laki terkait dengan tugas rumah tangga yang seharusnya, tugas dalam rumah tangga itu dikelola dan diatur oleh kedua belah pihak sebagai sepasang suami isteri.

Ini menurut saya akan terkesan kasar dan kurang ajar, namun fakta yang saya lihat, kebanyakan perempuan akan menanggung beban ganda karena budaya patriarki yang diterapkan dalam rumah tangganya masih sangat kental dan kuat. Dalam kehidupan berumah tangga, seolah-olah suami dalam masyarakat dianggap sebagai orang yang diagungkan seperti raja yang harus selalu dilayani oleh isterinya namun kebanyakan dari mereka melupakan perannya sebagai seorang suami dan ayah untuk anak-anaknya.

Sebagian laki-laki yang terbiasa menerapkan budaya patriarki seperti ini ia merasa bahwa tugasnya hanyalah mencari nafkah berupa uang. Namun, kebanyakan dari laki-laki yang menerapkan budaya patriarki, mereka melupakan bahwa perannya jauh lebih besar dari hanya sekedar mencari nafkah. Itulah kenapa berbahaya sekali bahwa dalam rumah tangga, laki-laki masih menerapkan budaya patriarki karena ini akan sangat memberatkan dan melelahkan serta merugikan perempuan yang menjadi isterinya. Perempuan seolah-olah dituntut untuk bisa menjadi semua hal karena kalau tidak, perempuan dianggap tidak becus sebagai isteri atau ibu.

Banyak perempuan hari ini yang bersuara untuk menentang budaya patriarki adalah karena perempuan juga manusia biasa yang banyak hal ia memang tidak bisa dan terbiasa dengan hal itu. Di rumahnya, bersama dengan orang tuanya ia terbiasa sudah disediakan oleh orang tuanya namun lain cerita, ketika ia memasuki kehidupan berumah tangga, tentu ia perlu beradaptasi untuk bisa menjadi isteri dan seorang ibu yang terbaik. Akan tetapi, banyak kaum laki-laki yang melupakan hal itu. Oleh karena itulah, banyak hari ini perempuan yang memilih untuk berpisah dari suaminya karena memang salah satunya masih menerapkan budaya patriarki yang kental dan kuat.

Perempuan dituntut untuk bisa mengerjakan pekerjaan rumah mulai dari a sampai z, hingga mengurus keperluan dan kepentingan anak-anaknya dari a sampai z bahkan harus melayani suaminya dari a sampai z dan untuk punya waktu dengan dirinya sendiri, banyak sekali perempuan yang akhirnya sudah kelelahan dan kecapekan, alhasil untuk menyenangkan dan merawat dirinya sendiri bahkan ia tidak sempat. Maka, hanya berputar pada pekerjaan rumah, anak-anak dan suaminya, untuk dirinya sendiri bahkan ia melupakan untuk sedikit saja ruang ke dalam dirinya.

Bayangkan, seberapa mengerikannya bila seorang suami hanya mematokkan standar bahwa bertanggung jawab dalam berumah tangga, hanyalah ketika ia mencari nafkah, akan tetapi peran dan tanggung jawabnya ketika di rumah ia melupakan hal itu dan ini sangat miris dan ironis karena banyak sekali hal ini terjadi di kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itulah, menurut saya, asal muasal dan penyebab banyaknya kasus perceraian juga, salah satunya karena budaya patriarki yang diterapkan oleh laki-laki dalam kehidupan berumah tangga.

Laki-laki tidak mau ikut serta bersama isterinya untuk membantu pekerjaan rumah, membantu untuk mengasuh anak-anak dan bahkan yang lebih parahnya lagi budaya patriarki yang melekat dalam diri laki-laki pemalas. Yang maunya dilayani seperti raja tanpa pernah ikut serta dan andil, berperan sebagai kepala rumah tangga yang mana, seharusnya apapun itu halnya diatur dan dikelola bersama bukan hanya menuntut isterinya untuk serba bisa yang membuat perempuan mendapatkan kerugian dan kesialan seumur hidupnya. 

Oleh karena itu, apabila budaya patriarki masih melekat dalam diri seorang laki-laki maka hal itu akan sangat punya potensi besar bahwa seorang perempuan yang menjadi isterinya akan mendapatkan kerugian dan kesialan seumur hidupnya, yang mana perempuan akan merasa sendirian dengan tuntutan yang sebesar itu, yang akhirnya ia menganggap dirinya tidak berharga dan segala macam pikiran yang ada dalam dirinya. Maka dari itu, untuk teman-teman laki-laki yang sedang membaca ini, belajarlah untuk berperan dan bertanggung jawab secara penuh dalam rumah tangga karena seorang isteri pun masih perlu untuk dibimbing dan diarahkan untuk menjadi seorang ibu dan isteri yang baik, yang artinya ia membutuhkan suaminya ada dan hadir dalam kehidupannya untuk menjadi suami dan ayah yang baik untuk dirinya dan anak-anak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline