Aku tak pernah tahu arti mimpi. Sebagian bilang, itu hanya bunga tidur. Sebagian lagi mengatakan, itu refleksi alam bawah sadar. Ada juga yang menyatakan mimpi adalah obsesi, firasat, pertanda, dan masih banyak definisi lain. Aku memilih meyakini yang terakhir. Mimpi adalah pertanda. Setidaknya, jika itu tentangmu. Jika aku bermimpi tentangmu. Subjektif memang. *** Lima tahun lalu.. Seminggu sudah kita tak berkomunikasi. Salahkan tarif seluler yang masih melangit. Mahal. Salahkan jarak yang membentang terlalu luas. Jauh. Sedang kita berdua hanya mahasiswa miskin pulsa. Aku selalu berharap bertemu denganmu lewat mimpi, atau isyarat apapun. Entah karena aku yang terlalu mempercayai kebetulan, atau memang hati kita yang terikat sangat kuat saat itu, pertanda itu memang nyata adanya. Malam itu aku bermimpi. Aku melihatmu berjalan kebingungan tak tentu arah, memegang kunci yang kuduga kunci motormu. Aku tersentak. Belum sempat aku meneleponmu, tiba-tiba pesan masuk di ponselku. “Ney, aku kena musibah. Motorku hilang tadi sore.. Doakan dapat ganti yang lebih baik ya.. “ Aku cuma bisa terduduk lemas membaca pesan singkatmu. “Aku barusan mimpiin kamu lagi kebingungan megang kunci motor. Kok mimpiku bener sih?
“ “Itu artinya pertanda. Mulai sekarang, ingat-ingat mimpi kamu
Terutama tentang aku. Mungkin saja ada pertanda dalam mimpimu, Sayang..” Sejak saat itu, setiap mimpi tentangmu akan kukekalkan. Kutulis di sebuah buku. Di malam yang lain, terutama saat kita sama-sama kehabisan pulsa sebagai amunisi komunikasi, aku kembali memimpikanmu. Di mimpiku, kamu sedang meneleponku, menyanyikan sebait lagu Jauh dari Naif. Ya, lagu-lagu Naif memang jadi soundtrack kisah kita berdua. Dua hari kemudian, aku meneleponmu, dan nada sambung yang kudengar adalah lagu Jauh. “Aku kangen.. Kamu jauh. Aku sampe masang nada sambung Jauh saking kangennya..” Itu kalimat yang pertama kudengar, saat kau mengangkat teleponku. Tersenyum mengingat mimpiku. Heran bagaimana bisa sebait mimpi bisa seajaib itu. *** Tiga tahun yang lalu.. Hubungan kita tak selalu baik. Kita sempat break, dan lagi-lagi kehilangan komunikasi karena emosi. Aku pikir ikatan hati kita mulai memudar. Aku semakin jarang memimpikanmu, dan gengsi bertanya kabarmu. Entah karena rindu memuncak, atau memang semesta ingin mengabarkan tentangmu, di suatu malam, aku kembali bermimpi. Dalam mimpiku, kita berada di suatu tempat, aku pun tak tahu di mana. Aku duduk sendiri, dan kamu melihatku dari kejauhan. Aku ingin memanggilmu, tapi belum sempat melakukannya, aku melihat sosok wanita lain mendekatimu. Kau menggengam tangannya, melihatku sebentar, lalu pergi bersama wanita itu. Aku terbangun, terkejut. Pertanda apa itu! Aku menghubungi sahabatmu, dan darinya aku tahu, kau sedang dekat dengan seorang wanita. Hatiku hancur. Kukorbankan rasa gengsi untuk menghubungimu. “Dari mana kamu tau Ney? Aku memang dekat dengan Tari, tapi bukan seperti yang kamu bayangkan.. Uhmm.. Oke, mungkin lebih dekat dari sekedar teman..” Sial!! Kita break demi yang kausebut introspeksi, dan sekarang kau malah intim dengan wanita lain. Aku terbakar. “Sayang, kau yang selalu bilang, aku harus ingat mimpiku, dan jika tentang kamu, mungkin itu firasat. Kali ini pun, mimpiku benar..” “Aku minta maaf.. Mengkhianatimu sepertinya memang kesalahan besar..” “Berhenti menghubunginya, dan kembali introspeksi dirimu, jika memang ingin tetap bersamaku!” Ucapku akhirnya.. *** Dua tahun yang lalu.. Lagi, lagi, dan lagi aku kembali memimpikanmu. Hubungan kita memburuk kali ini. Padahal kita sudah tinggal di kota yang sama. Jarak dan tarif seluler sudah bukan lagi masalah. Aku tahu, kau sudah lelah berjuang. Sudah lama sejak mimpiku yang terakhir menjadi pertanda tentangmu, tentang kita. Sudah hampir sebulan sejak komunikasi kita yang terakhir, dan berakhir dengan pertengkaran. Suatu malam, aku kembali bermimpi tentangmu. Dalam mimpiku, kita berdua duduk di taman. Kau menggenggam erat tanganku, tapi wajahmu tampak sangat murung. Aku sempat bertanya tentang cincin yang tidak lagi melingkar di jarimu. Tiba-tiba, kamu berdiri dan pergi begitu saja. Ya, begitu saja. Seharian aku memikirkan maksud dari mimpi itu. Yang kuterima kemudian adalah pesan singkat darimu: “Ney, bisa bertemu sore ini? Aku rasa sudah saatnya kita bicara. Serius. Tentang kita..” Percakapan sore itu berlangsung panjang. Aku, kamu sepakat mengakhiri hubungan yang sudah terjalin empat tahun. Hatiku hancur. Dalam hati aku berharap, tak pernah ada lagi mimpi tentangmu. Aku benci pertanda! *** Setahun yang lalu.. Setahun berpisah denganmu. Setahun menguatkan hati mengakui kau bukan lagi milikku. Setahun dan tak sekali pun aku memimpikanmu lagi. Bahkan aku hampir melupakanmu karena kehadirannya. Dan tak disangka, aku lagi-lagi bermimpi tentangmu. Mimpi yang sangat singkat. Kau berada di ruang serba putih, berulang kali memanggil namaku. Begitu bangun, aku beranikan diri mengirim sebuah pesan singkat. Antara penasaran pada mimpi, dan ingin tahu kabarmu. “Ndra, tadi malam aku kembali memimpikanmu. Apa semua baik-baik saja? Kamu sehat kan? Maaf jika sms-ku mengganggu..” “Aku sakit. Hepatitis B, sudah sebulan bedrest. Sekarang uda baikan kok
Gak nyangka mimpi kamu masih aja ngasih pertanda, tentang aku.. Wish you were here, Ney..” Deg!! Pertanda, atau memang ikatan hati itu yang belum putus? Segera aku menemuinya hari itu juga, dan yang kutemukan adalah mantan kekasihku yang tergolek lemah di tempat tidurnya.. Aku mulai takut bermimpi.. *** Tadi malam.. Aku kira episode tentangmu telah usai. Aku kira setelah pertemuan terakhir itu, semua episode tentangmu sudah berakhir. Aku sudah mengikhlaskan semuanya, seperti yang kau minta. Sudah enam bulan sejak pertemuan terakhir di kotamu, dan sudah tiga malam berturut-turut aku memimpikanmu. Kata orang, jika memimpikan seseorang tiga kali berturut-turut, maka dia jodohmu. Yang lain mengatakan, jika kau memimpikan seseorang, bisa jadi, di sana dia sedang merindukanmu. Aku hampir percaya pada mitos tentang mimpi itu. Bodoh memang. Dalam mimpiku, kita berdua asyik bercengkrama, tertawa bersama, tapi kau selalu tiba-tiba menghilang, setelah kau mencium lembut keningku. Tak ada tanda perpisahan. Aku bahkan masih melihat cinta di matamu. Tiga hari aku bermimpi yang sama. Aku semakin penasaran pada mimpi. Pertanda apa lagi kali ini. Tapi aku tak berani menghubungimu. Tidak, sejak pertemuan kita yang terakhir. Dalam hati aku masih berharap, mimpiku adalah pertanda kau merindukanku. Ya, aku terlalu optimis. Siang ini, sepulang dari kampus, aku menemukan paket surat di depan pintu kamarku. Ada nama dan alamatmu di amplopnya. Kubuka amplop itu dan mulai melihat isinya. The Wedding, kata pertama yang kulihat. Tahulah aku bahwa kertas biru bertinta emas itu sebuah undangan. Aku membacanya, ada namamu dan Diah disana. Pernikahan kalian berlangsung dua minggu dari sekarang. Kuberanikan diri mengirim pesan singkat, “Aku sudah terima undanganmu. Sekarang aku tau maksud mimpiku berhari-hari ini. Kali ini, pertandanya salah. Selamat ya..
“ “Emang kamu mimpiin aku lagi? Tentang apa?” “Sudah tidak penting..
“ Mungkin kali ini aku yang terlalu merindukanmu. *** PS: Pernah baca, ada satu tweet berbunyi, “Jika kamu mulai sering memimpikan mantan dalam tidurmu, bukan, bukan karena dia sedang merindukanmu, tapi karena kau semakin hilang dari hatinya.”
Anggi Zoraya, Agustus 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H