Lihat ke Halaman Asli

Anggitto Suryo

Mahasiswa Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Dokumentasi dalam Keilmuan Perpustakaan

Diperbarui: 20 Mei 2019   17:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di kehidupan sehari-hari makhluk hidup terutama manusia menjalankan aktivitas dengan meninggalkan bukti atau jejak berupa rekaman-rekaman. Bukti rekaman-rekaman tersebut dapat berupa catatan, tulisan, relief, gambar, benda, suara, dan video. Rekaman tersebut dapat juga disebut dengan dokumen. Purnomo menjelaskan bahwa dokumen berasal dari bahasa Belanda document dan dalam bahasa Inggris dengan ejaan yang sama, yakni document. Dalam Bahasa Latin tertulis documentum.

Pada dasarnya dokumen tertulis atau tercetak dan dapat dipergunakan sebagai bukti suatu keterangan. Wujud dokumen dapat berupa surat, akta piagam atau rekaman lain. Dokumen yang memiliki nilai hukum terkuat adalah dokumen asli. Sehingga suatu benda dinamakan dokumen jika berhasil membuktikan suatu keterangan, mempunyai nilai hukum, mempunyai rangkaian historis, dan terjamin keasliannya.

Dokumen supaya terjaga keasliannya baik dari sisi keamanan dan perawatan harus dikelola dengan baik. Pengelolaan dokumen yang berbasis kegiatan disebut juga dengan dokumentasi. Istilah dukumentasi pertama kali diperkenalkan oleh Paul Otlet dan Henri la Fontaine pada tahun 1895 di Belgia. Waktu itu dokumentasi mempunyai makna sebagai pengawasan bibliografi, yaitu usaha pencatatan setiap buku yang diterbitkan. Tujuan pengawasan untuk menyususn bibliografi universal, yaitu daftar buku yang diterbitkan diseluruh dunia. Kemudian  awal abad ke-20 makna dokumentasi sebagai perpustakaan khusus, yang berubah lagi menjadi setiap kegiatan yang mencakup penyalinan bentuk dari bentuk buku ke dalam bentuk mikro, yang ternyata tidak memberikan rasa nyaman untuk membacanya karena harus memakai alat pembaca (micro reader). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia dokumentasi merupakan kegiatan pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang ilmu pengetahuan. Atau pemberian dan pengumpulan bukti dan keterangan.

Dokumentasi menurut LIPI (Peraturan Kepala LIPI 02/E//2010) dalam (Sudarsono, 2016) merupakan kegiatan penyimpanan data, catatan, dan keterangan yang dibuat maupun diterima. Kajian ilmu dokumentasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1950 dimana Indonesia menjadi anggota dari International Federation for Documentation, yang pada waktu itu Indonesia diwakili oleh lembaga non pemerintah bernama Organization for Scientific Research (OSR). Setelah pertemuan di lembaga internasional tersebut dan beridirinya LIPI pada tahun 1965. Perkembangan dokumentasi Indonesia mulai berkembang dimana pemerintah membuat Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 1961 yang mengatur tugas kewajiban pekerjaan dokumentasi pustaka dan perpustakaan di lingkungan pemerintah.

Setelah terbit peraturan presiden tersebut perkembangan dokumentasi di Indonesia mempunyai acuan dan pengakuan dari pemerintah. Selanjutnya Pemerintah membentuk Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional (PDIN) pada tanggal 1 Juni 1965 yang sekarang kita kenal dengan PDII-LIPI. Terlepas dari sejarah masa keemas-an perkembangan dokumentasi saat ini mulai terlupakan. Dokumentasi saat ini sering digabung dalam keilmuan perpustakaan.

Pada 1951, Suzanne Briet dalam (Sudarsono 2016;46) menerbitkan  tulisan tentang dokumentasi yang berjudul Qu'est-ce que la documentation? tulisan ini menggunakan Bahasa Prancis. Briet menyatakan bahwa binatang termasuk dokumen.  Briet menyebut antelope (spesies baru yang dipelihara untuk keperluan taksonomi dan penelitian) adalah dokumen primer. Semua deskripsi serta data pengamatan yang dicatat adalah dokumen sekunder. Dengan ditambahkannya antelope sebagai dokumen, penulis dapat mengatakan bahwa dokumen dilihat secara fisiknya terdiri atas dua kelompok, yaitu dua dimensi mati, dan tiga dimensi mati atau hidup. Baik Otlet maupun Briet berbicara tentang memori, preservasi, dan perekaman dalam kaitannya dengan dokumen. Agar benar menjadi dokumen, diperlukan adanya bentuk fisik yang permanen, berfungsi sebagai memori (ingatan), dan dapat disimpan secara fisik.

Di Indonesia pengelolaan dokumen non-tekstual belum memiliki payung hukum yang jelas, peraturan presiden yang dimuat hanya untuk pengelolaan dokumen tekstual atau pustaka. Setelah perpres tahun 1961 belum lagi terdapat aturan yang diperbarui. Saat ini dokumentasi merupakan bagian kecil dari perpustakaan. Perbedaan dokumentasi dan perpustakaan dalam hal pengerjaan dibedakan jadi beberapa tugas utama dan tugas tambahan. Bagi perpustakaan, yang menjadi perhatian utama adalah obyek materinya (buku, majalah, dsb.), sedangkan bagi dokumentalis adalah informasi yang dapat diperoleh dari dokumen buku, artikel, majalah. Namun pendapat tersebut belum sepenuhnya benar. Sekarang yang menjadi unit rujukan (referensi adalah dokumen yang memuat informasi, dan informasi tidak bisa disusun tanpa menyusun dokumen terlebih dahulu. Informasi memerlukan dasar dokumentasi dan melalui dokumen/bahan pustaka informasi disalurkan. Sebelum disalurkan dokumen harus melewati proses pemilihan, pengawasan dan penyimpanan.

Untuk dokumen korporil atau dokumen benda pada perpustakaan, belum memiliki pengelolaan yang berstandar secara dokumentasi. Hal ini dikarenakan masih belum lazimnya mengenal benda seperti fosil dan benda hidup sebagai sebuah dokumen. Saat ini dokumentasi hanya sebatas, sebagai pengelolaan dokumen tertulis baik itu di perpustakaan maupun di banyak tempat yang terdapat pengelolaan dokumen.

Pengelolaan dokumen benda sendiri di lembaga informasi lainnya seperti museum, cagar alam, dan kebun raya. Masih mencari-cari komposisi yang tepat, untuk bagaimana mengelola koleksi dokumen korporilnya. Hal ini karena belum terdapat payung hukum ataupun standar yang baku untuk mengelola dokumen korporil. Sebenarnya dokumen korporil tidak kalah penting dengan dokumen pustaka. Dokumen korporil jika kita mempunyai riwayat dokumennya akan menjadi informasi yang lengkap dimana kita dapat mengetahui isi dari dokumen tersebut dan melihat secara nyata bentuk dari dokumen tersebut.

Perpustakaan sendiri jika mengingat fungsinya sebagai tempat menyimpan, mengelola pengetahuan, penelitian, dan rekreasi. Hal ini bisa menjadi peluang tersendiri bagi para pustakawan untuk berani mengelola dokumen korporil menjadi sebuah koleksi yang berguna bagi pengguna. Sebenarnya perpustakaan dapat menghimpun koleksi dari dokumen korporil seperti artefak, lukisan, kraft atau hasil kerajinan local, bahkan fosil hewan atau tumbuhan. Hal ini dapat menambah wawasan dari pengguna perpustakaan sendiri. Selain itu adanya koleksi dokumen korporil di perpustakaan memberikan contoh nyata secara langsung bagi kebutuhan pengguna akan informasi yang dibutuhkan.

Tugas dokumentasi dalam hubungannya dengan tugas perpustakaan sendiri memiliki ciri khas dan perlakuan yang sedikit berbeda. mengelola indeks dan abstrak suatu koleksi serial atau terbitan berseri seperti majalah, koran, dan jurnal merupakan tugas dari para dokumentalis. Sehingga pengelolaan dokumen lebih kepada pengelolaan bibliografi. Karena terbitan berseri seperti majalah terdiri dari banyak sumber, pengelolaan secara dokumentasi dapat dilakukan. Pengelolaan ini umum digunakan di perpustakaan terutama pada dokumen literer atau dokumen pustaka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline