JIKA ada orang yang akhir-akhir ini tidak bisa tidur nyenyak mungkin karena pekerjaan atau tugas dari pimpinannya, maka bisa jadi sedang dialami oleh dokter yang memeriksa Ahmad Muhdlor Ali, Bupati Sidoarjo yang tersandung dugaan korupsi pemotongan dana insentif petugas pajak.
Bisa saja, beberapa hari terakhir ini, dia terbayang-bayang betapa gara-gara secarik kertas yang dituliskannya, membuat urusan hidupnya menjadi rumit, lalu menjadi perhatian banyak orang dimana-mana.
Betapa gara-gara penulisan keterangan yang isinya hanya beberapa kata-kata saja, membuat detak jantungnya kian cepat dan dah, dig, dug dan hidupnya serba tak nyaman.
Mungkin pula, kini dokter yang bekerja di rumah sakit Sidoarjo Barat itu bertanya-tanya sendiri: "Mengapa saya harus lakukan itu, mengapa saya kok menurut saja, macam-macam dan campur aduk," Entahlah.
Maklum saja, surat keterangan sakit tentang kondisi Bupati Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor tiba-tiba menjadi polemik.
Surat keterangan sakit itu pula yang menjadi alasan mengapa dia tidak mendatangi pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pekan lalu.
Kini, teropong penyidikan KPK juga dialamatkan kepada sang dokter.
Suratnya dipertanyakan dan disebut oleh Juru Bicara KPK Ali Fikri sebagai surat agak lain. Sebab, surat tersebut menjelaskan bahwa Gus Muhdlor harus menjalani perawatan sampai dengan sembuh. Adapun kapan sembuhnya tidak diketahui.
Tentu saja, surat tersebut membuat alur penyidikan dugaan korupsi tersebut terganggu. Ali Fikri juga mengingatkan agar Gus Muhdlor kooperatif dengan penyidikan. Bahkan, penyidik sedang mengkaji apakah penulisan surat keterangan tersebut terkategorikan merintangi penyidikan.
Klarifikasi sudah diberikan oleh sang dokter, rekam medik juga disertakan. Bahkan, menurut KPK, dokter menyatakan ada kekeliruan.
Masihkah urusan berlanjut? Kita tunggu saja.