Lihat ke Halaman Asli

Lorong Pemisah

Diperbarui: 9 Agustus 2022   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ket foto : Lorong (dokumen pribadi)

Jajaran anak tangga sudah ia lewati bersama peluh keluh keringat yang menetes menemani jejak langkah kakinya. Lelaki itu perlahan mulai sampai di lantai dua, tempat awal yang ingin ia tuju. Beragam cerita sederhana telah ia lewati ketika hendak menuju ke lantai dua. 

Anak tangga dan raut wajah kebingungan selalu membersamai Lelaki itu. Kini ia telah diatas, lorong di sebelah kirinya nampak begitu gelap, tak ada cahaya apalagi gerak-gerik manusia. Rasa khawatir menyelimuti, ragu-ragu ketika melangkah. Naluri lelakinya seolah tak berguna, hanya karena lorong gelap, ia tak berani untuk melangkah. 

Diam sejenak, Lelaki itu diam beberapa menit untuk mengumpulkan sisa tenaga. Bagaimanapun, menaiki anak tangga merupakan sebuah perjuangan, proses yang tidak bisa begitu saja ia tinggalkan di balik tubuhnya. 

Sejenak terdiam, bersama hembusan nafas panjang yang ia hirup, Lelaki itu melangkahkan kaki kanannya terlebih dahulu, sebelum memulai ribuan langkah menyusuri lorong gelap yang kini ada di hadapannya. 

Lorong itu tersekat pintu warna coklat. Sebelum memasukinya, pintu itu harus terbuka lebih dahulu. Lelaki itu merasa pintu itu terkunci, jika memang iya, apalah gunanya ia mengumpulkan banyak tenaga hanya untuk memasuki lorong yang terkunci. 

Lelaki itu kini tepat ada di depan pintu. Ia memainkan gagang pintu dan secara tak sengaja pintu itu terbuka. Ternyata pintu itu memang tidak dikunci. Pintu yang dilengkapi kaca membuat Lelaki itu tetap bisa melihat lorong di depannya. 

Pintu telah dibuka lebar. Dengan penuh ketidakpercayaan diri ia sedikit demi sedikit maju dan memasuki lorong. Dari dalam lorong, hanya terdapat beberapa ruangan kosong. Tanpa pijar lampu, cahaya matahari apalagi cahaya hati. Kosong, gelap. Itulah yang ia rasakan. 

Sebelah kiri terdapat dua ruangan kosong, dan sebelah kanan adalah tembok pembatas yang dilengkapi jendela. 

Kedua kaki nya bergerak mengikut perintah otak, hatinya berdegup kencang, seolah ingin segera keluar dari lorong itu, namun seolah tak mau, kedua kakinya tetap berjalan pelan, bak menikmati perjalanan di tempat wisata. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline