Pada masa sekarang ini, Negara Indonesia sedang menghadapi suatu era yang disebut "Disrupsi". Menurut kamus Bahasa Indonesia "Disrupsi" berarti tercabut dari akarnya, atau biasanya kita "sebut sedang terjadi perubahan fundamen atau mendasar".
Indonesia tercatat pada urutan ke-4 sebagai penduduk terbanyak di dunia. Dipastikan bahwa ada berapa banyak generasi muda kita mengalami perubahan yang transformasional akibat dari generasi milenial di era disrupsi ini, baik dari sisi etos dan cara kerja, sosial-budaya, moral, ekonomi, pandangan politik, teknologi komunikasi, dan sebagainya. Salah satu yang sangat berpengaruh pada era disrupsi di zaman milenial yaitu teknologi komunikasi.
Para generasi muda yang hidup di zaman milenial, khususnya di kota-kota, seringkali memberikan perhatian pada teknologi informasi.Terkadang keadaan ini membuat nilai-nilai dan pandangan-pandangan hidup mereka semakin ditentukan oleh teknologi seperti Internet, Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dan sebagainya.
Dalam sejarah Republik, kita belum pernah menyaksikan banjir ujaran kebencian, hoaks, dan fitnah semasif saat ini. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) seakan tidak berdaya menghadangnya.
Memasuki tahun politik, fenomena ini semakin menjadi-jadi. Bagi mereka yang aktif di media sosial, dari waktu ke waktu, pasti disibukkan dengan keharusan membaca fitnah yang dikirim secara berantai yang dapat menimbulkan fitnah berjemaah. Menariknya, hal itu dapat terjadi pada mereka yang berpendidikan tinggi, mengaku taat beribadah dan cinta NKRI.
Hidup di zaman disrupsi sangatlah tidak mudah. Ledakan informasi tentang dinamika politik lokal, nasional, regional, maupun internasional dengan mudah memasuki ruang-ruang privat.
Fenomena yang bisa dianggap sebagai pendemokrasian pengetahuan yang menciptakan kesempatan bagi siapa pun, untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi secara lebih produktif untuk pendidikan politik.
Namun, kenyataannya, pendidikan politik malah berubah menjadi propaganda politik negatif sarat distorsi. Literasi politik yang merupakan aspek penting dalam konsolidasi demokrasi kini menjadi bermasalah.
Memahami Politik
Kurangnya pemahaman tentang isu-isu politik dan kegiatan politik tidak jarang menyebabkan masyarakat apatis terhadap berbagai proses demokrasi dan dinamika politik pemerintahan di sekitarnya.
Literasi politik dipahami sebagai pemahaman praktis tentang konsep-konsep yang diambil dari kehidupan sehari-hari dan bahasa, yang merupakan upaya memahami seputar isu politik, keyakinan para kontestan, bagaimana kecenderungan mereka memengaruhi diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain, literasi politik merupakan senyawa dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap mengenai politik .