Lihat ke Halaman Asli

ANGGITA MARALIA PUTRI

Guru SMA Negeri 10 Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara

Cerdas Memilih Pemimpin Berkualitas

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perang media menjelang pemilihan presiden (pilpres) kian memanas. Bahkan beberapa media pun kini tidak netral lagi seiring bos empunya media tersebut telah mendukung salah satu calon presiden (capres). Kampanye hitam juga deras bergulir, terutama di media sosial. Sebagai masyarakat Indonesia yang katanya sudah cerdas, kita harus pandai memilah atau menyaring informasi apa saja yang kiranya benar-benar “sehat” untuk kita konsumsi. Sehat dalam hal ini berarti informasi tersebut sudah terbukti kebenarannya, bukan sebatas opini belaka yang terkadang disertai data-data fiktif dan provokatif. Tentunya, informasi itu mampu membuka pikiran dan kesadaran masyarakat agar Indonesia harus bangkit dan maju melalui program-program yang ditawarkan oleh masing-masing pasangan capres dan cawapres.

Saat ini sudah ada dua pasang capres dan cawapres yang siap bertarung pada pilpres mendatang, yaitu Prabowo-Hatta dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Jumlah pasangan calon pemimpin pada periode ini lebih sedikit daripada periode sebelumnya tahun 2009 lalu yang menawarkan tiga pasang calon pemimpin. Dengan adanya dua pasang calon tersebut, sepertinya akan cukup memudahkan pemilih untuk membedah sepak terjang dan rekam jejak masing-masing kandidat. Saya pikir ini akan meminimalkan angka golput karena di antara dua pasangan tersebut masing-masing memiliki karakter yang sangat kontras, baik ditinjau dari platform partai, sifat personal, jiwa kepemimpinan, maupun strategi pemenangan sehingga apabila pemilih tidak selera dengan pasangan yang satu, maka ia akan menyumbangkan suaranya ke calon lainnya.

Mengenai kriteria pemimpin, bagi saya, sikap amanah merupakan harga mati yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin di mana pun, baik dalam lingkup keluarga, organisasi masyarakat, perusahaan, terlebih kenegaraan. Hal ini sejalan dengan firman Allah pada Surat Al-Qasas: 26 yang menyatakan bahwa sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja adalah yang kuat lagi amanah (QS 28:26). Bukan hanya Islam, saya pikir setiap agama di bumi ini mengajarkan umatnya untuk bersikap amanah. Amanah berasal dari bahasa Arab, mempunyai akar kata yang sama dengan kata iman dan aman. Secara etimologi dalam bentuk mashdar, dari kata amina atau aminatan yang berarti jujur, dapat dipercaya, atau kredibel. Dalam KBBI, amanah berarti sesuatu yang dipercayakan kepada orang lain. Amanah ini merupakan lawan kata dari khianat. Adapun ciri-ciri orang berkhianat adalah jika berbicara, dia berbohong; jika berjanji atau bersumpah, dia tidak menepati; jika diberi amanah, dia ingkar. Sebenarnya, amanah ini merupakan sesuatu yang berat, tidak seperti dipahami oleh sebagian orang yang cinta dunia. Ketika Allah SWT menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung, semuanya enggan dan menolak karena dikhawatirkan tidak mampu mengembannya. Namun, ketika tawaran itu ditujukan kepada manusia, manusia langsung menerimanya, sekalipun manusia itu, kata Allah, zalim dan bodoh (QS. Al-Ahzab: 72).

Membahas tentang amanah dalam kepemimpinan, pasti langsung teringat dengan sepak terjang salah satu calon presiden yang akan berjuang pada pemilu presiden nanti. Di sini saya tidak mau terlalu menguraikan panjang lebar mengenai janji-janji apa saja yang telah beliau ingkari karena sudah banyak yang menulis itu, tapi saya ingin imbau kepada para pembaca Kompasiana agar kiranya sebagai calon pemilih kita dapat jeli melihat siapa kandidat yang paling amanah sehingga pantas untuk memimpin negeri ini. Pemimpin yang memegang amanah dapat dilihat ketika seseorang itu menduduki suatu jabatan. Pemimpin yang layak dipercaya apabila jujur, adil, teguh pendirian, dan selaras antara kata yang diucapkan dengan tindakan yang dilakukan. Pemimpin amanah mampu mengutamakan kepentingan publik daripada kepentingan pribadi atau golongannya. Beliau berani mengambil tindakan tidak populer demi kemaslahatan bersama dan menunaikan tanggung jawabnya meskipun dari segi kepentingan pribadi atau golongan banyak yang menentangnya.

Selain perihal amanah, hal lain yang turut mewarnai perdebatan di antara masing-masing pendukung capres dan cawapres adalah seputar isu pelanggaran HAM yang ditengarai telah dilakukan oleh salah satu capres pada tahun 1998 silam. Meskipun sudah banyak saksi dan bukti yangdimiliki oleh pihak lawan (oposisi), hal yang sungguh mengherankan adalah mengapa hingga sekarang belum ada pengadilan, baik dalam maupun luar negeri, yang memberi putusan bersalah kepada capres tersebut atas pelanggaran HAM yang dituduhkan kepadanya. Padahal jika diamati, pihak lawan tersebut banyak yang lebih berkuasa, lebih kaya, dan lebih banyak memiliki jaringan internasional. Lagipula, jika benar capres tersebut melakukan kejahatan HAM, mana mungkin pada tahun 2009 beliau maju menjadi cawapres mendampingi capres yang juga ketua umum partai yang sekarang mengusung capres lawan. Nah, dari kasus ini kita harus cermat dalam membedakan antara wacana fakta dan opini yang berkembang di tengah maraknya persaingan masing-masing kandidat untuk meraih suara pemilih. Ini yang dinamakan informasi sehat yang telah saya utarakan di atas. Calon pemilih harus mengonsumsi informasi yang sudah terbukti benar adanya, bukan sebatas opini belaka yang terkadang disertai data-data fiktif.

Isu seputar ibu negara pun kerap menjadi perbincangan hangat di berbagai media, terutama media sosial. Banyak pertanyaan yang diajukan kepada salah satu capres yang memang seorang duda, siapa ibu negara yang akan mendampinginya jika ia menjadi presiden terpilih. Sepengetahuan saya, peran ibu negara tidak pernah masuk hingga ranah politik atau kebijakan-kebijakan strategis yang akan diputuskan atau sedang dipertimbangkan oleh bapak presiden. Memang alangkah baiknya jika seorang kepala negara memiliki pendamping atau ibu negara agar beliau lebih kuat dan tangguh menghadapi ujian dan tantangan sebagai pemimpin bangsa. Peranan ibu negara memang sangat penting, tapi itu bukanlah kewajiban. Menurut saya, tugas seorang ibu negara dapat digantikan oleh pihak-pihak pendukung, seperti persatuan istri-istri menteri/kabinet, dharma wanita, dan lain sebagainya. Di balik kekurangan tersebut, pasti kita menemukan kelebihan. Sang presiden akan lebih fokus dan konsentrasi dalam menjalankan tugas kenegaraannya. Terlebih lagi, negara akan menghemat anggaran karena jumlah anggota keluarga sedikit dan juga organisasi-organisasi yang tidak terlalu aktif akan diminimalisasi eksistensinya.

Mencari calon pemimpin yang sempurna itu perbuatan yang sangat sia-sia. Tak ada satu pun manusia sempurna di dunia ini. Mereka pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tapi yang mendekati sempurna menurut versi kita pasti ada. Intinya, sejak sekarang kita harus punya kriteria untuk memantapkan hati dalam menentukan pemimpin bangsa ini pada lima tahun mendatang. Jangan sampai karena belum punya kriteria, kita dikategorikan sebagai swing voters yang pilihan politiknya mudah sekali dipengaruhi oleh gosip-gosip yang tak bertanggung jawab, obrolan simpang-siur, atau kepentingan-kepentingan tertentu. Yaa... Kita lihat saja kampanye resmi masing-masing pasangan capres-cawapres yang akan dimulai pada 4 Juni nanti. Untuk lebih meyakinkan pilihan, saya sangat menantikan debat capres-cawapres. Melalui debat itu, kita bisa melihat kualitas, penguasaan permasalahan, visi dan misi, konsep, program konkret, dan seterusnya dari masing-masing kandidat. Wah seperti seru banget itu. Saya pikir, debat capres ini termasuk acara yang bersifat nasional dan penting, sebaiknya TVRI juga nantinya wajib me-relaynya untuk disiarkan secara nasional ke seluruh wilayah Indonesia.

Itulah sedikit gambaran sebelum menentukan siapa pemimpin yang akan dipilih pada hari kesembilan di bulan Juli nanti. Tentunya ulasan tersebut bukanlah patokan utama, semua kembali pada individu masing-masing. Sebagai rakyat pemegang hak demokrasi tertinggi, kita harus cerdas dan cermat menentukan pemimpin di negara tercinta ini untuk lima tahun mendatang. Kampanye damai dan elegan tentunya sangat diharapkan. Siapa pun yang terpilih nanti, semoga itu yang terbaik untuk Indonesia menurut kuasa-Nya. Indahnya jika semua pihak dapat legowo menerima hasil keputusan KPU. Saya pun bermimpi, seluruh kekuatan politik di Indonesia dapat berperan secara bijak dan bersinergis, baik sebagai pihak pemerintah maupun pihak oposisi, sehingga dapat membina kehidupan demokratis yang sehat dan dinamis dalam rangka menyelesaikan berbagai persoalan bangsa sesuai amanat UUD 1945. Indahnya perbedaan yang disatukan oleh cinta, cinta tanah air, demi Indonesia maju dan bermartabat.

Salam damai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline