Lihat ke Halaman Asli

Anggi Hafiz Al Hakam

Eksisto Ergo Sum

Ingatan Sepanjang Pagi

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bolehkah aku duduk disini?
Sendiri menemani sendiri
Mengurai resah menambal sepi
Menandai mimpi memindai hari

Bolehkah aku duduk disini?
Sendiri meyakini arti hari
Merangkai jarak rindu pada kepingan mimpi
Tiga musim basah dalam lembaran sepi

Bolehkah aku duduk disini?
*
Sementara menunggu jawabmu, kuhadirkan seribu tanya, mengapa pelangi enggan nampak di ujung langit utara. Usai hujan gelisah melanda kota yang tak pernah terlalu tua, tempat labuhan mimpi-mimpi kosmopolis-artifisial.

Ah, sementara duduk, akan kubuatkan juga rumah untukmu dari sisa-sisa dinding hati. Menjelmakan mahakarya. Rumah terindah untuk anak-anak kita nanti. Tempat mereka bermain dan belajar mengucap "Ibu...".

Sementara pada dinding kamar kulukis engkau disitu. Peretas rindu sejak dari kalbu. Pada gerimis selintas, kau tak tahu. Jarak merentang hanya sejengkal tatap sayu.

Karena itu, biarkan aku belajar mencintai resahmu*). Ketika hidup telah dikatakan pada lembar-lembar sepi. Ketika aku merasa lelah berjuang dengan kata-kata dan suara.

Bagai rintik (entah hujan, entah gelisah) yang saling berkejaran di jalan-jalan kota, kata-kata ingin mencintaimu bertebaran sebebas puisi menjelma paragraf bisu.

Medan Merdeka Barat, 13 Januari 2011

*) Adaptasi dari puisi Sulaiman Djaya, Silence Memoir, Majalah Sastra Horison, Desember 2010.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline