Lihat ke Halaman Asli

Anggie D. Widowati

Penulis, Psikolog, Pegiat Literasi

Novelet | Aku Bukan Daus

Diperbarui: 28 Agustus 2020   06:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

 (1)

Dari tiga saudaraku, aku yang paling kecil. Paling kecil dalam artian anak termuda, maupun paling kecil dari segi ukuran tubuhku. Tidak seperti orang kate, tetapi tubuhku seperti tak mau tinggi. Hanya setinggi anak-anak dan kurus kering. Aku lebih mirip anak TK ketimbang seorang siswa SMP.

Ayah meninggal karena paru-paru basah, alias TBC. Ibu pun kemudian menjadi wanita yang suka uring-uringan dan terpaksa bekerja untuk menghidupi kami sekeluarga. Ibu membuka lapak kecil di pasar pagi, berjualan makanan ringan dan kue.

Ibuku bertubuh normal, bahkan memiliki ukuran lebih besar ketimbang ayahku. Secara fisik ibuku tidak menarik. Gemuk, hitam dan berwajah muram. Ibuku selalu merasa manusia paling menderita, pengeluh dan tukang marah-marah.

Tumbuh dalam suasana hati yang tidak menyenangkan, gizi yang kurang, aku pun menjadi manusia mini. Dua kakakku tidak mini, mereka normal, hanya aku sendiri yang bisa dibilang bocah kurang gizi.

Ayah memberiku nama Adi Putra. Konon pada saat kelahiranku, ayah menyukai penyanyi bernama seperti namaku. Aku suka namaku. Diantara semua yang kumiliki hanya nama itulah sesuatu yang indah yang aku miliki.

"Adi, antarkan pesanan kue serabi ini ke bu Tono," kata Ibu.

"Adiiiiii..."

"Daus miniiiiii..."

Ibu berteriak dengan nada kesal. Aku bergegas mendekati ibu.

 "Kalau dipanggil nyaut napa, enggak punya mulut?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline