Lihat ke Halaman Asli

Anggie D. Widowati

Penulis, Psikolog, Pegiat Literasi

Haruskah Saya Gembok Akun-Akun Itu? Belajar dari Kasus Flo

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14096882461458155496

[caption id="attachment_340820" align="aligncenter" width="320" caption="Akun Twitterku"][/caption]

Saya memiliki beberapa akun di medsos, seperti Twitter, Instagram, Path, juga Facebook. Bahkan di Facebook saya membuat dua akun, maksudnya untuk menampung pertemanan yang sudah tidak muat di akun sebelumnya. Sebagai penulis freelance saya  merasa membutuhkan akun-akun itu untuk mempromosikan tulisan-tulisan dan buku-buku novel saya.

Bukan hanya itu, saya juga punya akun di Kompasiana, Blog, Google Circle, dan LinkedIn. Begitulah saya selalu membuat pertemanan, mengekspresikan diri dan mempromosikan diri lewat dunia maya. Sejauh ini tidak ada masalah, meskipun saya kategori orang yang tidak ribet menyeting akun-akun itu sedemikian rupa.

Sudah lama saya memiliki akun di Path, namun saya mengira kalau Path itu hanya untuk mengupload foto-foto seperti instagram. Ternyata bisa juga untuk curhat. Saya tahu hal itu tentu saja setelah ramainya kasus Flo yang kemudian menjadi isu nasional.

Belakangan ini, beberapa teman di twitter mengobrol, bagaimana diantara mereka menggembok akun mereka, sehingga hanya bisa dibaca oleh follower yang mereka inginkan.  Saya tidak tahu apakah ini berkaitan dengan kasus Flo, atau memang demi keamanan pribadi saja.

Yang jelas, memang seseorang tidak bisa sembarangan curhat di media sosial karena media ini terbuka bebas dan bisa diakses oleh siapa saja. Bahkan di Path yang pertemanannya terbatas pun omongan kita bisa tersebar kemana-mana.

Saya bukan menganjurkan untuk menggembok akun-akun anda rapat-rapat, agar terlindungi dari orang-orang yang tak bertanggungjawab. Tetapi saya ingin menggambarkan betapa luas dan rawannya dunia maya, dan bicara sembarangan bisa menjadi bumerang bagi diri  sendiri. Apalagi sekarang sudah ada UU IT.

Orang sekelas Flo yang berpendidikan tinggi pun bisa terjebak dalam "kebebasan" dunia maya, dan terpaksa mendekam di tahanan. Apalagi orang biasa semacam saya, bila tidak bisa menahan diri di ruang publik yang bernama alam maya ini.

Well, perdebatan mengenai kasus Flo masih terus bergulir,  banyak pro dan kontra. Semoga bisa diambil jalan tengah yang bisa menyenangkan semua pihak. Untuk mengusir Flo dari Jogja juga tidak mungkin karena masih terikat dengan pendidikan S2 yang sedang ditempuhnya. Ada yang meminta pengaduannya dicabut, namun di satu sisi ketersinggungan pihak tertentu juga bisa dianggap wajar.

Jadi, bagi saya ini adalah pelajaran berharga bagi Indonesia. Dunia maya yang lagi booming ini, dunia yang seharusnya membuat kita semakin dewasa. Saling bertukar ilmu, berbagi kebaikanlah dan manfaatkan akun-akun anda. Dan sopan santun tidak hanya di tuntut didunia nyata, tetapi dimana pun anda berada, termasuk ketika berselancar di dunia maya.

Jakarta, 3 September 2014




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline