Lihat ke Halaman Asli

BELI SABU SEPERTI BELI TEPUNG

Diperbarui: 10 Juni 2016   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua berawal sejak tahun 2012 lalu ketika kembalinya beberapa orang dari kota ke desa muara rawas kecamatan sangadesa kabupaten musi banyu asin. “Desa ini adalah desa yang asri dan juga ramai dengan keramah – tamahan penduduk aslinya. Penduduk asli desa itu mayoritas berprofesi sebagai penanam kebun karet dan kebun sawit sedangkan untuk mengisi waktu luang sehabis dari perkebunan masyarakat biasa memancing dan berburu babi hutan, kemudian pada malam harinya masyarakat desa tersebut biasa berkumpul dan bercengkramah antar tetangga. Hingga datang seorang pria dari kota yang membawa sebuah bingkisan yang ternyata adalah narkoba jenis sabu.” Kata awan, salah seorang penduduk disana.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi narkoba dapat menjamur kedalam suatu desa. Salah satu faktornya adalah karena kurangnya pengetahuan masyarakat pedesaan tentang apa itu obat – obatan terlarang ?, apa jenis – jenisnya ?, lalu apa dampaknya setelaj memakai obat – obatan terlarang tersebut?. Disinilah harusnya peranan pemerintah daerah setempat, pemerintah seharusnya memberikan sosialisasi ketiap – tiap desa. Dengan memberikan pengetahuan kepada penduduk suatu desa tentu akan ada pola pikir baru di masyarakat tentang narkoba.

Menurut salah seorang penduduk disana, narkoba jenis sabu ini disebarkan pertama kali melalui acara – acara yang diadakan disana seperti acara pernikahan. Penjualan dilakukan dari tangan – tengan secara diam – diam. Bahkan sang bandar bisa dengan santai berjualan dirumahnya. pembeli cukup membawa sejumlah uang dan barangpun bisa didapat dengan mudah ibaratkan seperti membeli tepung diwarung.

Timbulah pertanyaan mengapa sang bandar belum ditangkap juga ?. ternyata faktanya adalah bahwa penduduk desa disana ternyata mendapat “ancaman” dari sang bandar. Penduduk desa disana merasa takut untuk melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian. Ancaman itu berisi peringatan bahwa apabila ada yang berani melapor maka akan dibuat menyesal. karena hal itulah anak – anak kecilpun bisa bebas mengkonsumsi narboka. Mereka cukup datang kerumah sang bandar lalu melakukan transaksi jual – beli  

Baru pada akhir tahun 2015 akhirnya pihak kepolisian berhasil menangkap sang bandar narkoba setelah melakukan pengintaian selama seminggu. Dikabarkan bahwa ada salah seorang penduduk yang akhirnya berani melaporkan sang bandar setelah merasa sangat resah karena melihat anak – anak disana telah kecanduan narkoba. Tetapi hingga kini narkoba tetap saja beredar dengan bebas melalui tangan – tangan yang lain. 

Lalu hukaman apa yang dapat memberikan efek jera kepada para pengedar narkoba ?. Hukuman yang paling tepat adalah hukuman moril bagi para pengedar seperti pengasing dari kampong. Kemudian untuk para pengguna terutama anak – anak dapat dilakukan proses rehabilitasi dan penanaman pendidikan karakter agar anak tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain.

Lalu bagaimana cara agar narkoba tidak dapat masuk kedalam desa itu lagi ?. menurut saya seharusnya ada kerjasama antar warga desa dengan pihak yang berwenang. Penduduk desa bisa melakukan ronda setiap malam sehingga desa bisa aman pada malam hari, kemudian pihak kepolisian bisa melakukan koordinasi dengan warga setempat dalam melakukan pengawasan dan pengendalian. Kemudian bila "melihat" atau "mengetahui" bisa segara melapor ke kepolisian atau ke kepala desa setempat. 

Intinya adalah kita harus berani melapor dan harus berani bilang tidak pada narkoba. Para pengedar narkoba tidak akan bisa berkeliaran dengan bebas apabila ada mata – mata yang terbuka untuk melihat dan ada mulut – mulut yang berani untuk melapor. Jangan sampai anak – anak kita terjerumus kedunia narkoba. Kemudian berikan pendidikan kepada anak – anak kita tentang bahaya narkoba. Lalu pererat hubungan silaturahmi antar tetangga. Berani bilang tidak pada narkoba itu hebat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline