Lihat ke Halaman Asli

Menahan Diri

Diperbarui: 25 April 2019   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apakah di sini ada yang begitu sebal dengan kegaduhan di medsos? Kalau saya sih iya. Kok tinggal menunggu hasil KPU saja ributnya minta ampun. Sabar dan tunggu saja. Kita percayakan pada lembaga yang memang kredibel mengurusi soal ini. Toh, tak lama juga. 

Ikut-ikutan menulis caci maki, tuding sana sini, plus menggunakan tagar yang belum tentu kita mengerti hanya merusak kredibilitas diri atau merusak relasi sosial keseharian.

Ada waktu tiga hari liburan, nikmati sambil bercengkrama dengan keluarga. Bagi yang bekerja, tentu waktu libur panjang ini mengasyikan. Atau jangan-jangan sambil liburan masih sibuk bergerilya? Ya ampun, hidup kita bukan soal copras-capres ini saja, gaes.

Keluarga saya, banyak yg berbeda pandangan soal copras-capres ini. Tapi ya saling menahan diri. Saya dan isteri (terutama saya sih), sudah ketahuan pilih yang mana. Mereka juga ketahuan banget memilih yang mana. Tapi WAG kami aman sentosa. Karena kami menahan diri. Jikapun ada jari-jari bertebaran di grup ya sudah direspon dengan biasa-biasa.

Obrolan politik bukan untuk memecah belah. Tiap orang sudah punya pilihannya masing-masing. Biasa-biasa saja. Tak ada usaha saling mempengaruhi. Masing-masing susah sulit dipengaruhi.

Keluarga tetap paling utama. Toh kalau ada kesulitan, bantuan pasti diharapkan datang dari keluarga. Masa tega rusak silaturahmi karena soal politik ini.

Masa harus sebel dengan pilihan politik orang lain. Ya memang sih, sering sebel sama orang-orang yang ga kenal waktu berisik soal pilihan politiknya.

Istri pernah cerita, ada salah satu grup di mana dia bergabung di dalamnya setiap hari berisik soal dukung salah satu capres. Dia bilang, ga kenal waktu, dua puluh empat jam. Sampai akhirnya grup itu disilent saja. Setelah penuh di-clear chat. Masa, katanya, tengah malam, subuh-subuh, kirim berita hoaks. Saya timpali, pagi itu kan waktunya ena-ena, peluk anak atau istri. Atau berdoa, semoga hidup kita senang selalu.

WAG yang saya pun demikian. Hanya ada satu grup yang saya ikuti yang masih berisik, bahkan sampai sekarang. Saya silent sudah sejak lama. Clear chat setiap sudah penuh. Karena tak ada faedah berdebat dengan mereka yang taqlid buta. Hanya membuat kesal tiada akhir.

Syukurnya, sepanjang pilpres ini, WAG yg saya ikuti, kebanyakan, sepi soal debat-debat. Jika ada jari berseliweran, cenderung dibiarkan. Dan akhirnya sepi kembali. Mungkin sudah bosan.

Saya sampai saat ini tak habis pikir, kok bisa, ada yang berpendidikan baik, punya pemahaman agama yang baik, tapi tak segan sebar sana sini sesuatu yang bahkan belum benar isinya dan bernada provokatif. Kok bisa ya? Tapi ya demikian adanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline