Lihat ke Halaman Asli

Pendidik Sebaya; Solusi Permasalahan Santri di Pesantren

Diperbarui: 27 Agustus 2015   09:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Hj Anggia Ermarini, MKM*

Dulu,lingkungan pesantren selalu identik dengan lemahnya kepedulian santri pada kesehatan. Saat seorang santri terserang batuk maka santri lainnya dengan gampangnya ikut terserang batuk. Saat seorang santri terkena gatal-gatal, yang lain serta merta terserang penyakit kulit.Tapi itu dulu. Kini kehadiran pendidik sebaya di pesantren, perlahan mulai merubahnya.

Model pemondokan pesantren yang bersifat massal memang mau tidak mau mengharuskan santri dari latar belakang usia, tingkat pendidikan, dan kondisi keluarga yang berbeda, berbaur dalam satu lingkungan yang sama. Hal ini tentu sangat berperan dalam membangun perilaku sehari-hari. Termasuk terkait tingkat kepedulian akan kesehatan. Terlebih padatnya aktifitas santri terkadang membuat mereka sedikit lalai dengan kebersihan.

Diluar kesibukannya mengaji ilmu-ilmu agama, santri juga perlu tahu informasi umum seputar isu dan fakta kesehatan.Taruhlah terkait data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia oleh BKKBN, yang menyebutkan bahwa sebanyak 5.912 wanita di umur 15-19 tahun secara nasional ternyatapernah melakukan hubungan seksual. Santri putra juga perlu mendengar informasi serupa misalnya, bahwa pria di usia yang sama berjumlah 6.578, atau 3,7 persen pernah melakukan hubungan seks. Dimana, yang mengejutkan adalahbahwa kasus ini justru persentasi tempatnyalebih banyak terjadi di perdesaan daripada di perkotaan.

Kehidupan santri yang beraktifitas bersama-sama setiap hari sebenarnya merupakan peluang positif untuk menyampaikan informasi seputar fakta-fakta kesehatan tersebut, sebagai bekal pembelajaran hidup sehat.Seperti yang kami telah lakukan melalui program advokasi kesehatan reproduksi, pelatihan kader PHBS, dan lainnya, di sejumlah pesantren.Melalui pendekatan program-program ini, sejumlah santri yang tinggal di pesantren dalam proses belajar mengajar kemudian kami sebut sebagai pendidik sebaya. 

Pendidik sebaya dapat membagi informasi dengan mudah karena menggunakan cara dan bahasa yang sesuai dengan karakter, lingkungan, dan kondisi santri. Komunikasi masa, kelompok dan personal adalah model komunikasi yang sering kami gunakan. Komunikasi massa berarti menyampaikan sesuatu kepada santri dalam jumlah besar seperti pada khutbah, khitobah, atau pidato dan diskusi.

Komunikasi kelompok kami lakukan dalam skala lebih kecil seperti tiap anggota kamar dan komunikasi personal dilakan secara face to face, biasanya pada saat konseling. Sebagai modal, sebelumnya kader pendidik sebaya terlebih dulu diberikan pelatihan seputar kesehatan reproduksi, baik teori maupun prakteknya.Setelah itu dia bisa merekrut kader baru dari tiap asrama, lalu tiap kamar, dan seterusnya.

Kendala yang kerap muncul biasanya, remaja atau santri putri cenderung introvert terhadap masalah pribadinya terlebih masalah reproduksi karena beberapa hal.Masalah reproduksi seringkali masih dianggap tabu, malu, tidak tahu bertanya pada siapa, cenderung istilahnya dianggap 'jorok',khawatir dianggap berpenyakit dan dijauhi teman, dan sebagainya. Disinilah kami, Lembaga Kesehatan NU, masuk memberikan informasi seluas-luasnya kepada semua elemenpesantren.

Beberapa pemahaman dasar penting diberikan kepada pesantren terkait kesehatan reproduksi. Atas dasar pemahaman yang benar terkait hal ini, pesantren bisa saja, misalnya, menyediakan waktu libur atau waktu khusus bagi santri untuk fokus terhadap masalah kesehatan.Komunikasi kespro bisa dilakukan, misalnya, secara sederhana pesantren membuka forum diskusi ringan seputar organ reproduksi dan fungsinya, bagaimana santri menjaga kesehatannya dengan sering berganti pembalut saat menstruasi, bagaimana upaya pencegahannya,bagaimanainisiatif kerjasama dengan puskesmas setempat untuk pap smear bisa dilakukan, dan sebagainya.

Islam sejatinya menjadikan hifdzun nafs (menjaga diri) sebagai salah satu tujuan syariat, adalah agar mewujudkan generasi sehat yang terbebas dari penyakit dan dapat dicegah sejak dini.Kondisi organ reproduksi yang sehat berperan besar dalam menentukan generasi yang sehat pula. Maka, sahabat-santri, yuk jangan merasa risih untuk mempelajari dan mengetahui status kesehatan organ reproduksi kita. []

 

*Sekretaris PP LKNU dan Sekretaris Umum PP Fatayat NU




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline