Aku sampai Lampung sudah mendekati subuh, tepatnya masih tengah malam. Pukul 02.00 malam. Recepsionist hotel menyambutku ramah. Aku tak menyangka juga mendapatkan hotel yang lumayan nyaman. Aku menempati kamar hotel yang tidak terlalu besar, tapi kuperiksa semuanya dalam keadaan yang sangat nyaman. Ada teras kecil pula disamping kamarku. Aku teringat Robert. Rasanya ingin kurebahkan badanku tapi aku tak bisa melupakan Robert. sudah hampir tiga bulan ini weekendku tak kulewatkan bersamanya. Tapi tak ada yang kurasakan. Aku serasa mati sepertinya, tapi ini harus kulewati.
Kemarin aku melewati hari ulang tahunnya dengan perjalanan panjang. Aku benar-benar melupakannya, tapi aku tetap tak bisa. Teras mungil itu mengingatkanku padanya. Ternyata aku merindukannya. Ingin rasanya kupencet tut-tut ponsel dan menelponya tengah malam begini. Ini biasanya kulakukan bersama Robert jika kami sama-sama sibuk bergadang bekerja masing-masing hingga pulsa habis, atau baterai ponsel mati. Atau hingga aku ketiduran.
Aku mengganti pakaianku dan membenamkan diriku dalam shower malam ini. Air hangatnya rasanya tak mampu mengobati dinginnya malam. Aku benar-benar terluka sebenarnya, walapun aku berusaha sekuat tenagaku untuk bertahan.
Tak ada yang mampu kulakukan saat ini. Dia sudah menjadi milik orang lain, walaupun aku tau aku masih bisa merebutnya kembali. Tapi tak mungkin kulakukan dan menyakiti perempuan lain. Aku tak ingin menyakiti siapa-siapa. Rasa ini saja yang belum dapat aku taklukkan. Ingin sekali tidur nyenyak malam ini, dan esok hingga seminggu kedepan aku akan disibukkan dengan berbagai hal. Minimal seminggu ini aku mampu melupakan Robert dan smeua kepenatanku ini.
Atau mungkin aku dapat berkenalan dengan laki-laki lain, dan melupakan Robert dengan cepat. Kadang aku berharap begitu, mengenal orang lain dan melupakan masa lalu. Seperti aku mencoba mengenal Robert, untuk melupakan Sandi. Tapi akhirnya aku menyakiti diriku sendiri. Aku mengabaikan diriku sendiri dan menyiksa diriku sendiri.
Yah, aku mampu melupakan Sandi. Namun sebenarnya aku tetap mengharapkannya. Aku tetap saja merasakan bahwa dia selalu menjagaku, walau kutau pula Sandi pernah menjalin hubungan dengan beberapa perempuan selama di Belanda. Mungkin aku bukan ekspektasinya, aku bukan perempuan yang diinginkannya. Aku memang tak pernah diinginkan menjadi seperti apa. Sebenarnya hal itulah yang membuatku marah sekali terhadapnya. Aku tak pernah melupakan Sandi. Tapi Robert membuatku gila dan dengan santai melupakan semua mengenai Sandi.
Ini gila, cinta terlalu buta. Terlalu buta untuk menjadikanku rasional.
Le, kau di Lampung?
Aku juga di Lampung.
Aku ingin bicara padamu Le.
Izinkan. Sekali ini saja.