Entah dimana dan kapan saya pernah membaca tulisan ini. Sepertinya waktu saya melewati sebuah jalan perkampungan yang padat pemukiman penduduknya beberapa tahun yang lalu. Di daerah itu memang sering sekali terjadi kecelakaan gara-gara pengendara sepeda motor yang ugal-ugalan, sehingga warga sekitar mulai memikirkan cara supaya pengendara sepeda motor yang melewati jalan pemukiman mereka ini bisa mengurangi laju kecepatan kendaraannya. Mulai dari membangun gundukan di jalan yang biasa kita kenal dengan sebutan polisi tidur, sampai dengan membuat spanduk yang dikibarkan bertuliskan "Anda Sopan, Kami Segan".
Siang ini tiba-tiba saja saya tergelitik dengan frasa tersebut. Ya, "Anda Sopan, Kami Segan". Bukan karena saya habis keserempet motor yang ugal-ugalan, bukan. Ini semata-mata hanya karena pikiran dan perasaan hati saya yang lagi carut marut karena banyak hal. Frasa tersebut mendadak jadi menggelitik di otak saya karena beberapa hari yang lalu saya sempat mendapatkan kritik, eh... bukan... Lebih baik disebut sebagai saran atau masukan. Itu lebih enak didengar daripada kritik. Intinya, atasan sekaligus teman saya ini memberikan masukan kepada saya supaya saya lebih Strong dan lebih punya Power dalam menjalani fungsi dan tugas saya sebagai seorang HRD. Katanya, diperusahaan mana-mana itu HRD selalu ditakuti karyawan, tapi disini, saya bisa dianggap malah memposisikan diri sebagai teman dan sahabat bagi karyawan. Nah ini yang membuat saya jadi mikir.
Apa iya sih untuk jadi seorang HRD yang baik itu harus ditakuti? Saya mulai mencoba berkaca, melihat diri saya sendiri. Menurut hasil DISC Test, saya adalah seorang yang Intim-Cermat. Orang Intim, adalah orang-orang yang mudah bergaul dengan orang lain. Orang yang hangat dan periang. Dimana saja dan kapan saja, saya selalu punya banyak teman. Dan menurut teman-teman saya yang lain, dimanapun ada saya, disitu suasana jadi terbangun. Ya, saya orang yang sangat ekspresif dan bahkan kadang-kadang saya sangat spontan. Hal itu membuat saya menjadi pribadi yang sangat menyenangkan dan bisa diterima di semua kalangan (hahaha.. sombong dikit). Jadi, kalau ternyata saya adalah pribadi yang sangat menyenangkan dan mudah bergaul, bagaimana mungkin tiba-tiba saya bisa merubah diri saya menjadi monster? Mendadak menjadi orang yang ditakuti. Ah... sepertinya nggak gue banget.
Kemudian saya berpikir, mencoba mensubstitusi kata "Ditakuti" menjadi "Disegani". Dan sepertinya ini lebih mengena. Lebih mudah dicerna otak dan hati saya :D. Seperti frasa diatas "Anda Sopan, Kami Segan." ada sebab ada akibat. Begitupun yang terjadi dengan kata "Ditakuti" dan "Disegani". Itu terjadi tidak serta merta karena bawaan orok seseorang. Baik ditakuti ataupun disegani terjadi karena ada penyebabnya.
Orang ditakuti karena biasanya dia punya kekuatan dan kuasa untuk mengendalikan orang-orang yang berada dibawah kendalinya. Pendekatan yang dia lakukan biasanya berdasarkan reward and punishment dan biasanya tidak peduli perasaan orang-orang disekelilingnya. Aturan mainnya seperti apa, ya itu yang harus ditaati, mutlak, tanpa kompromi. Sehingga akibatnya orang-orang akan merasa takut padanya. Berusaha tidak melakukan kesalahan supaya tidak mendapatkan hukuman. Orang-orang merasa bahwa kehadiran orang yang ditakuti tersebut sebagai ancaman. Apakah menjadi ditakuti itu salah? Tentu saja tidak. Dalam konteks tertentu menjadi ditakuti itu kadang memang perlu.
Lalu bagaimana dengan menjadi orang yang disegani?
Ya, orang yang disegani terbentuk sebagai akibat dari sikap hati yang benar. Orang-orang akan menaruh "hormat" atau respect kepadanya tanpa perlu disuruh tanpa diminta. Orang seperti ini adalah orang yang memiliki karakter yang hebat. Orang yang bisa menempatkan dirinya dimanapun dia berada. Dia memperlakukan manusia sebagai makhluk yang unik, sehingga dia tidak melakukan pendekatan yang sama antara seorang dengan yang lain. Orang seperti ini biasanya bisa memandang masalah atau tantangan yang ada dari sudut pandang yang berbeda-beda, sehingga dia tau bagaimana harus mengambil keputusan dengan benar. Orang yang disegani, tidak perlu memakai cambuk dan pentungan untuk mendorong orang lain bergerak, dia hanya perlu memberikan teladan, senyuman dan sedikit tepukan di punggung. Itu sudah lebih dari cukup untuk membawa orang-orang berlari kencang.
Nah, menjadi ditakuti atau disegani sebenarnya hanyalah masalah pilihan. Setiap kita berhak memilih mau menjadi orang seperti apa, toh semuanya juga bermanfaat. Hidup itu seni. Setiap orang memiliki seninya masing-masing dalam memperlakukan orang lain dan melakukan pekerjaan-pekerjaannya. Jadi, siang ini saya mendapatkan pelajaran berharga untuk diri saya sendiri. Bahwa apapun yang orang lain lakukan untuk saya, saya berharap semoga mereka melakukannya bukan karena mereka takut kepada saya tapi karena mereka segan terhadap saya. Dan yang paling penting sebenarnya adalah perbuatlah kepada orang lain apa yang kita inginkan orang lain perbuat pada kita. Hormatilah kalau kita ingin dihormati, maafkanlah kalau kita ingin dimaafkan, kasihilah kalau kita ingin dikasihi.