Lihat ke Halaman Asli

Pemberdayaan Ibu dan Anak: Senjata Ampuh Melawan Stunting di Indonesia

Diperbarui: 2 Juli 2024   11:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Stunting, bagaikan hantu yang menghantui masa depan bangsa Indonesia. Kondisi terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak balita akibat kekurangan gizi kronis ini menjadi momok bagi generasi penerus bangsa. Data prevalensi stunting nasional tahun 2021 menunjukkan angka 24,6%, lebih tinggi dari target yang ditetapkan WHO yaitu 20%. Angka ini kian memprihatinkan jika melihat disparitas antar daerah. Di beberapa daerah, stunting mencapai angka yang sangat tinggi, seperti di Nusa Tenggara Timur (37,4%) dan Papua (29,9%). Di Kota Malang sendiri Data prevalensi stunting Kota Malang tahun 2022 menunjukkan angka 14%, meskipun lebih rendah dari rata-rata nasional 21,6%.

Menyadari urgensi penanggulangan stunting, pemerintah telah meluncurkan berbagai program dan strategi. Salah satu fokus utama adalah pemberdayaan ibu dan anak, khususnya dalam hal penyuluhan stunting.Pemberdayaan ibu dan anak menjadi kunci dalam memutus rantai stunting. Ibu sebagai pengasuh utama memiliki peran sentral dalam memastikan asupan gizi dan pola asuh yang tepat bagi anak. Di sinilah peran organisasi masyarakat sipil atau CSO menjadi sangat penting.

Civil Society Organitation (CSO)  sebagai elemen penting dalam masyarakat sipil, memiliki jangkauan dan akses yang luas ke komunitas hingga ke Masyarakat itu sendiri. Mereka dapat memainkan peran strategis dalam mengedukasi ibu-ibu dan anak-anak tentang stunting, serta membantu mereka dalam menerapkan pola hidup sehat dan bergizi.

Salah satu contoh CSO yang aktif dalam penanggulangan stunting adalah Yayasan Paramitra. Yayasan ini fokus pada pemberdayaan perempuan dan anak, dan telah lama berkecimpung dalam berbagai program edukasi dan penyuluhan stunting di berbagai daerah di Indonesia.

Yayasan Paramitra sendiri memiliki tim kader-kader terlatih yang terjun langsung ke komunitas untuk memberikan edukasi tentang stunting kepada ibu-ibu. Mereka juga bekerja sama dengan puskesmas, posyandu, dan lembaga pendidikan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang stunting dan pentingnya pencegahannya.

Yayasan ini  juga turut aktif dalam mengadvokasi pemerintah untuk meningkatkan komitmen dan anggaran dalam penanggulangan stunting. Mereka mendorong pemerintah untuk lebih banyak melibatkan CSO dalam berbagai program dan kegiatan stunting, sehingga dapat menjangkau lebih banyak masyarakat.

Peran CSO  seperti Yayasan Paramitra yang terletak di Malang ini dan menyebar ke daerah lain ini dalam pemberdayaan ibu dan anak dan penyuluhan stunting sangatlah krusial. Dedikasi dan komitmen mereka dalam membantu pemerintah memerangi stunting patut diapresiasi.

Namun, perlu diingat bahwa upaya pemberdayaan ibu dan anak dan penyuluhan stunting tidak dapat dilakukan hanya oleh CSO atau organisasi sipil  saja. Diperlukan komitmen dan kolaborasi dari semua pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat luas.

Pemerintah perlu terus memperkuat kebijakan dan program pencegahan stunting, serta memastikan alokasi anggaran yang memadai. Swasta dapat berperan dengan menyediakan akses terhadap makanan bergizi dan edukasi kesehatan.

Masyarakat pun perlu aktif dalam menjaga kesehatan dan gizi keluarga, serta mengikuti berbagai program edukasi stunting yang diselenggarakan oleh pemerintah dan OMS.

Dengan kolaborasi dan gotong royong dari semua pihak, kita dapat membangun generasi penerus bangsa yang bebas stunting, cerdas, dan sehat. Masa depan bangsa Indonesia ada di tangan anak-anak kita. Mari kita bersama-sama berjuang untuk memerangi stunting dan mewujudkan Indonesia yang bebas stunting.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline