Lihat ke Halaman Asli

Sepakbola, Haruskah Selalu Menjadi Prioritas Utama?

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Di hari pertama Menpora Kabinet Kerja memulai tugasnya, TL gue di twitter cukup ramai dengan kasus sepakbola gajah antara PSS-PSIS yang "menghasilkan" 5 buah gol bunuh diri. Kejadian ini menyusul tragedi tewasnya 2 orang suporter di tempat dan waktu yang berbeda (tapi berdekatan) beberapa waktu lalu. Selain itu, rumor pembelian laga oleh salah satu tim di Indonesia juga menjadi rumor yang cukup hangat di TL, walaupun seperti biasa, tak pernah dibuktikan.

Menyusul terjadinya insiden ini, TL cukup rame meneriakkan agar Menpora Imam Nahrawi untuk bergerak cepat membereskan PSSI yang dituding kembali bermasalah. Bahkan salah satu kelompok yang saat ini sedang menuntut PSSI untuk melakukan transparansi keuangannya ke publik, juga turut "menekan" menpora melalui media sosial yang sama.

Pertanyaannya, haruskah sepakbola menjadi prioritas utama Menpora? Sepakbola tak pernah memberikan gelar apa-apa ke Indonesia. Macan Asia? Itu hanya bualan sekelompok orang yang membuat seolah-olah Sepakbola pernah apik. Kalau kemarin ada yang gusar ketika Myanmar sukses mengirim tim U-19 nya ke Piala Dunia U-20 gue rasa wajar karena di masa lalu mereka sempat jadi runner up piala asia. Thailand dan Kamboja bahkan pernah bertarung untuk memperebutkan posisi ketiga di Piala Asia 1972. Pun dengan Vietnam (selatan) yang meraih posisi keempat di Piala Asia 1956 dan 1960. Sementara Indonesia ada dimana? Lolos piala asia untuk pertama kalinya saja baru dilakukan di tahun 1996. Jadi macan asia apanya? Satu-satunya prestasi terbaik Sepakbola Indonesia mungkin hanya medali emas sea games 87 dan 91.

Sementara itu, cabang olahraga lain banyak yang meraih prestasi lebih baik dibanding sepakbola. Di kancah Asian Games misalnya, Bulutangkis menjadi penyumbang emas terbanyak dengan 26 emas, disusul berturut-turut oleh Tenis (15 emas), Atletik (4 emas), Tinju, Perahu Naga, dan Balap Sepeda (masing-masing 3 emas), Karate dan Layar (2 emas), serta Bowling dan Lompat Indah (1 emas). Ini belum diihitung bahwa cabang seperti Bulutangkis menjadi penyumbang emas di olimpiade dan hampir selalu menelurkan juara dunia setiap tahun. Yayuk Basuki, pernah menembus 20 besar WTA. Dunia Tinju, kita memiliki Elyas Pical dan beberapa nama lagi yang pernah meraih gelar juara dunia.

Dengan prestasi yang lebih baik, apakah dirasa perlu pemerintah mencurahkan energi dan pikiran untuk memperbaiki Sepakbola? Dengan permasalahan yang demikian rumit, dana yang tak sedikit, menurut gue mencoba ikut campur dalam memperbaiki sepakbola adalah sebuah kesia-siaan. Belum lagi ancaman hukuman FIFA apabila ada intervensi pemerintah.

Kini marilah kita berpikir, dengan dana dan energi yang dihabiskan untuk sepakbola, mungkin akan jauh lebih bermanfaat apabila dicurahkan untuk cabor lain. Dasar dari olahraga, gymnastic dan atletik bisa menjadi prioritas pengembangan olahraga. Dana 250 milyar yang dihabiskan oleh Pemerintah Kota Bekasi untuk membangun stadion mungkin bisa lebih bermanfaat, apabila digunakan untuk membangun infrastruktur olahraga lain yang lebih mengena ke masyarakat.

Tugas utama pemerintah adalah untuk masyarakat umum. Apabila menpora dan dispora hanya mencurahkan energi untuk sepakbola, maka niscaya bangsa ini tak akan kemana-mana olahraganya. Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline