Peraturan-peraturan dalam bidang Ketenagakerjaan menyisakan masalah serius bagi usaha mikro dan usaha kecil.
Definisi pengusaha dan definisi perusahaan dalam berbagai peraturan perundang-undangan tidak membedakan skala usaha mikro, kecil, menengah dan besar.
Konsekuensinya, semua pengusaha dan perusahaan, tidak peduli skalanya, terikat pada semua peraturan tersebut. Padahal ada sebagian usaha mikro dan usaha kecil yang belum memiliki kemampuan yang cukup untuk menerapkannya.
Apabila semua usaha mikro dan kecil dipaksa untuk mematuhi peraturan, bisa jadi usaha itu malah mengalami kesulitan dan bahkan gulung tikar. Hotel prodeo akan penuh sesak oleh pengusaha mikro dan kecil yang divonis melanggar peraturan di bidang Pengupahan.
Perekonomian akan runtuh karena penyangga utamanya berguguran diterpa badai penegakan hukum yang tidak seimbang dan tidak pada tempatnya. Inilah salah satu dilema penerapan Norma Pengupahan, sebelum adanya Undang-Undang Cipta Kerja. Itulah sebabnya diperlukan suatu aksi afirmatif bagi usaha mikro dan usaha kecil (UMUK) dalam bidang Pengupahan.
Meski demikian, konsep affirmative action sebagai suatu diskriminasi yang semula dipandang positif, bisa berubah menjadi negatif apabila tidak dikawal dengan rambu-rambu hukum yang jelas dan perhitungan yang matang. Itulah sebabnya aksi afirmatif ini perlu dituangkan dalam suatu regulasi.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja memberi angin segar kepada UMUK. Pasal 81 Angka 28 memunculkan Pasal 90B, sebagai suatu aksi afirmatif yang mengecualikan UMUK dari kewajiban Upah Minimum.
Dispensasi ini kemudian diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan (PP Pengupahan), khususnya di Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38.
Tentu saja, regulasi baru ini sangat patut diapresiasi. UMUK mendapatkan perlakuan istimewa, untuk bisa mengembangkan dan memajukan usahanya. UMUK dapat bernapas lega, karena mendapatkan keringanan dalam pembayaran Upah Minimum bagi Pekerjanya.
Namun demikian, sebagaimana yang telah diungkapkan di atas, aksi afirmatif ini harus dipagari oleh rambu-rambu hukum yang jelas dan ketat. Dan sayangnya, pengaturan dalam tiga Pasal tersebut masih sangat prematur dan belum tuntas. Masih banyak kendala-kendala riil di lapangan yang belum bisa diatasi oleh tiga Pasal tersebut. Kendala-kendala tersebut adalah sebagai berikut: