Oleh Anggarian Andisetya
Manajemen risiko adalah salah satu studi yang kerap dipandang 'abstrak,' terlebih bagi kaum awam yang baru berjumpa dengan salah satu ujung tombak dalam business sustainability perusahaan. Selain pemahaman antara risiko dan masalah yang sering bias, risk assessment dan risk treatment juga menempati nominasi 'topik terhangat' dalam memperbincangkan manajemen risiko.
Akan tetapi, ada hal besar yang kadang kala luput ketika kita sibuk berbicara soal manajemen risiko, terutama soal kategorisasi risiko. Ketika muncul pertanyaan apakah kiranya risiko terbesar dalam bisnis kita, maka seringkali kita luput memperhatikan bahwa risiko paling besar dalam bisnis kita adalah risiko berhenti memberikan rasa peduli kita terhadap risiko.
Ancaman Mematikan
Tentu pendapat saya tersebut wajib diperdebatkan, terutama konsepsi kemandekan peduli terhadap risiko sebagai risiko atau justru masalah. Di dalam suatu sistem implementasi manajemen risiko yang sudah berjalan dan proses kulturisasi budaya sadar risiko sudah tumbuh, kemandekan untuk peduli terhadap risiko tentu menjadi risiko.
Berbeda halnya dengan organisasi yang 'buta' terhadap risiko atau manajemen risiko, kondisi tersebut menjadi masalah. Dalam kondisi pertama itulah uraian ini lahir.
Sebagai suatu sikap, apalagi pola pikir, acuh terhadap risiko adalah awal dari keterjadian suatu peristiwa risiko. Ibarat kata seorang penyelam, bagi mereka yang sadar risiko terbawa arus atau mengalami penurunan suhu tubuh secara mendadak akan mendorong pada serangkaian respon, baik pada tubuh maupun persepsi, yang mendorong seseorang tersebut mencegah risiko yang tidak diharapkan tersebut terjadi.
Hal ini dikarenakan ada kesadaran apabila risiko tersebut terjadi, maka ada kerugian yang timbul, mulai dari mengalami luka sampai kehilangan nyawa. Ada damage costs yang timbul ketika risiko tersebut terjadi.
Pada orang-orang yang tidak peduli terhadap risiko, pertimbangan tersebut dinihilkan. Akibatnya muncul tindakan-tindakan yang kontraproduktif dalam perspektif manajemen risiko khususnya dan proses bisnis pada umumnya.
Sebutkan saja dalam industri pengolahan air, risiko kegagalan produk terjadi antara lain apabila terdapat ketidaksesuaian 'racikan' bahan baku produksi yang digunakan pada perangkat pengolahan air baku.
Ketika person in charge abai atas risiko tersebut, terutama dengan alasan 'sudah terbiasa' atau 'biasanya tidak apa-apa,' maka skala keterjadian risiko meningkat. Ketika risiko terjadi dan air olahan menjadi tidak dapat digunakan alias menjadi produk gagal, maka ada cost yang harus ditanggung perusahaan atas kejadian tersebut.